Phoenix, Arizona (ANTARA News) - Sekitar enam persen BBM pesawat terbang habis dipergunakan di darat, sejak dari garbarata hingga meluncur di landas pacu atau sebaliknya.

"Kami kembangkan sistem pemandu parkir ber-teknologi hijau yang menawarkan banyak sekali keuntungan dan kemudahan bagi operator dan regulator, namanya Electric Green Taxiing System alias EGTS," kata CEO Honeywell Indonesia, Alex Pollack, Senin.

EGTS dari Aerospace Division Honeywell International yang bemarkas besar di Phoenix, Arizona, katanya, telah dikembangkan sejak beberapa tahun lalu yang berangkat dari tantangan peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan operasionalisasi bandar udara di dunia.

Sampai 50 persen biaya operasi maskapai penerbangan dunia habis untuk biaya bahan bakar.

"Dengan EGTS, mesin pesawat terbang tidak akan dihidupkan untuk mendorong atau memundurkan pesawat terbang itu. Semuanya mengandalkan tenaga dari mesin elektrik yang disuplai dari auxiliary power unit di dalam pesawat terbang. Hampir semua jenis dan tipe pesawat terbang terbaru bisa menerapkan EGTS," kata Pollack.

Honeywell International memperingati 100 tahun kiprah mereka di dunia penerbangan. Adalah Honeywell yang pertama kali menciptakan sistem autopilot pada pesawat terbang umum pada 1914, kompas induktor pada pesawat terbang (1926), horizon buatan pada sistem navigasi pesawat terbang (1936), dan lain-lain.

Indonesia merupakan kawasan dengan tingkat pertumbuhan industri penerbangan sangat impresif, sekitar 15 persen sejak lima tahun terakhir dan akan terus bertumbuh. Pemerintah juga akan membuat puluhan bandar udara baru sebagai infrastruktur perhubungan dasar di Tanah Air.

Prinsip kerjanya sederhana, yaitu EGTS yang terdiri dari sistem penyuplai tenaga, sistem penggerak di roda-roda pesawat terbang, dan sistem pemandu berbasis komputer dan teknologi informatika, akan bekerja bersama-sama.

Saat mendarat dan menyentuh ujung landasan untuk mencapai posisi parkir yang telah ditentukan, maka pilot bisa mematikan mesin pesawat terbang dan mengalihkan "tugas" itu pada EGTS yang secara otomatis akan menggerakkan pesawat terbang pada posisi yang seharusnya.

Di banyak bandar udara, pengaturan waktu ketibaan, parkir, hingga terbang kembali pesawat terbang, menjadi masalah sangat serius.

Bandar Udara Internasional Heathrow di London, sebagai contoh, mengurangi waktu mengantri di udara hingga sejarak empat mil laut antar pesawat terbang yang akan mendarat di sana. Mereka bisa mencapai tingkat pergerakan pesawat terbang sampai 100 pergerakan sejam secara konsisten.

Upaya ini bisa dipertinggi lagi tingkat efisiensinya dengan penerapan EGTS. "Sistem EGTS ini kami kembangkan bersama Safran dari Prancis dengan memadukan keunggulan masing-masing. Sudah kami ujicobakan di beberapa pameran kedirgantaraan internasional, tinggal menunggu sertifikasi dan bisa operasional penuh dua tahun lagi," katanya.

Di antara keuntungan yang ditawarkan EGTS ini mengurangi emisi CO2 dari mesin pesawat terbang, mengurangi konsumsi bahan bakar selama di darat, polusi suara, meningkatkan keselamatan penerbangan (kepastian jalur, jadual, hingga obyek berbahaya di landas pacu dan membuat jalur dan waktu penerbangan sangat presisi).

Juga meningkatkan on-time performance operator penerbangan, mengurangi biaya sewa mobil pendorong pesawat terbang untuk parkir dan lansir ke jalur pacu (proses taxi), serta mengurangi biaya suku cadang habis pakai (rem, ban, dan lain sebagainya).

"Satu persen penghematan pemakaian BBM bagi operator penerbangan itu sangat berarti dan kami membantu meningkatkan penghematan dan keselamatan-keamanan penerbangan," kata dia.

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014