Jakarta, 22 Mei 2014 (ANTARA) -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP), terus mengembangkan energi laut sebagai alternatif sumber energi bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (BalitbangKP) sebagai salah satu stakeholder nasional dalam penelitian diversifikasi energi dari laut  berperan aktif dalam pengembangan teknologi energi laut. Khususnya energi arus laut (ocean current energy) dan energi panas laut (Ocean Thermal Energy Conversion/OTEC).  Demikian ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, di Jakarta, Kamis (22/5).

Sharif menegaskan, KKP melalui P3TKP Balitbang KP telah menyusun rancangan peta jalan (roadmap) khususnya untuk penelitian dan pengembangan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) dan perencanaan untuk OTEC. Program ini diharapkan dapat mendukung pengembangan dan pemanfaatan energi laut Indonesia. Mengingat, berdasarkan peta potensi energi laut Indonesia yang dikeluarkan Kementerian ESDM dan Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI), potensi listrik yang dapat dihasilkan dari energi laut Indonesia mencapai 60 ribu megawatt (MW). “Balitbang KP, khususnya P3TKP dan BBRPSE, berperan aktif dalam ASELI sebagai wadah bersama dengan kementrian/lembaga untuk memajukan penelitian dan pengembangan dibidang energi laut,” katanya

Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo pada acara Focus Group Discussion (FGD) Arah Kebijakan Pembangunan Kelautan di ITB, Bandung, Kamis (22/5) menjelaskan, untuk implementasi double track program litbang teknologi energi laut, KKP telah menginisiasi beberapa kegiatan.  Di antaranya, tahun 2010 untuk skala kecil, P3TKP memulai kegiatan litkayasa energi arus laut (EAL) dengan pemilihan lokasi dan perhitungan potensi EAL di wilayah tertentu. Tahun 2011, pembuatan desain, dan prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (vertical axis drag release single turbine) kapasitas 5 Kw.  Tahun 2012, ujicoba lapangan di outlet Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Perusahaan Listrik Negara Layanan Jawa Bali (PLN-JB) Muara Karang Jakarta Utara. “Tahun 2103-2014 dilakukan evaluasi teknis performa PLTAL yang telah diujicobakan dan pengembangan PLTAL tipe twin turbine untuk kapasitas 2 x 5 Kw,” ujarnya.

Untuk program litbang teknologi energi laut skala besar, tambah Achmad, KKP berencana bekerjasama dengan beberapa turbine developer dunia seperti Sabella Perancis dan Andritz Austria dengan menyediakan data potensi energi arus laut di salah satu lokasi yang diusulkan oleh ESDM dan ASELI yaitu Selat Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT).  Hasil survey hidro-oseanografi dan pemodelan 3D, Selat Larantuka menunjukkan bahwa kecepatan arus maksimum dapat mencapai 189,5 cm/s -285,9 cm/s.  Jenis pembangkit listrik tenaga arus pasang surut yang dipilih perairan Selat Larantuka adalah tipe turbin bawah laut yang dikeluarkan Sabella, perusahaan  Perancis. Sedangkan tipe energi laut lainnya yang memiliki potensi untuk pengembangannya adalah OTEC, dengan memanfaatkan perbedaan panas laut.  “Banyak kandidat lokasi untuk pengembangan OTEC. Bahkan Kerjasama dengan Jepang saat ini sedang diinisiasi untuk kemungkinan implemnetasi di salah satu perairan Indonesia,” tambahnya.


Energi Fosil Menipis

Menurut Achmad, pemanfaatan energi baru terbaharukan  harus segera di tingkatkan, mengingat cadangan energi fosil  semakin menipis. Program ini juga sejalan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional. Di mana Pemerintah telah memutuskan untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak dari 50% menjadi 23%, serta meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dari 6% menjadi 23% pada 2025. “Salah satu sumber daya energi terbarukan yang potensial adalah pemanfaatan pergerakan air laut secara vertikal, yaitu dalam bentuk pasang surut air laut atau arus,” ujarnya.

Ditambahkan, jika dibandingkan sumber energi alternatif lain seperti Energi Gelombang, Matahari, Geothermal, dan Angin, sumber energi arus akibat pasang surut relatif lebih baik. Terutama energi ini dapat diprediksi dalam jangka waktu yang panjang. Seperti, pembangkit listrik tenaga arus laut di Selat Larantuka diwujudkan, maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah tersebut terutama yang belum terjangkau aliran listrik PLN atau sering mengalami pemadaman listrik. “Lebih dari itu pencapaian ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Pemerintah Indonesia telah dapat memanfaatkan energy arus laut sebagai pembangkit listrik dan dapat sejajar dengan negara-negara maju lainnya yang sudah mendahului,” tambahnya.

Selain arus laut, KKP melalui Balitbang KP, bekerja sama LAPAN, RISTEK, dan PEMDA Bantul, untuk pertama kalinya menerapkan teknologi pembangkit listrik tenaga hibrid dengan mensinergikan antara energi angin dan energi matahari yang dibangun di Pantai Pandansimo, Bantul, Yogyakarta. Melalui program Implementasi Energi Hibrida dan Ice Maker di kampung nelayan. Pihak LAPAN dan RISTEK berkontribusi mempersiapkan jaringan listrik hibrida wind energy dan solar cell dengan total kapasitas ± 100 kWh. Pihak Balitbang KP dalam hal ini P3TKP berkewajiban memberikan kontribusi penyediaan ice maker dengan kapasitas 500kg/hr dengan low power di bawah 2250 watt. Sedangkan pihak Pemda Bantul mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang seperti infrastruktur bangunan ice maker dan akses jalan. “Dengan keberhasilan program di Bantul ini, nantinya KKP akan terapkan program energi hibrida ini di beberapa pulau terluar,” ujarnya.

Penerapan teknologi terbarukan seperti teknologi hibrid sangat diperlukan di Indonesia. Mengingat luas wilayah dengan sebaran pulau yang sangat banyak, sangat membutuhkan teknologi yang sumbernya tidak jauh dari pulau seperti energi angin dan matahari. Apalagi, banyak manfaat yang dirasakan masyarakat pulau. Di antaranya, sebagai sumber energi untuk pembuatan es, sebagai penunjang perekonominan wisata pantai dan sebagai power untuk sirkulasi air di kolam aquaponik. Energi hibrid juga sebagai sumber penerangan di pantai pandansimo. Bahkan kini dampaknya sudah dirasakan masyarakat nelayan, seperti dapat meningkatkan kualitas ikan hasil tangkapan bagi nelayan dan meningkatkan sumber pendapatan bagi usaha usaha kecil di sekitar lokasi. “Teknologi
hibrid juga mampu mendukung peningkatan hasil budidaya ikan untuk petani tambak serta meningkatkan aktifitas masyarakat disekiar lokasi pantai, seperti pengembangan desa wisata di pantai Pandansimo,” tambahnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014