Jakarta (ANTARA News) - Tersangka kasus korupsi pengadaan fasilitas direksi PT Pupuk Kaltim, Omay K. Wiraatmaja, hari Selasa memohon penghentian penuntutan perkara dan penangguhan penahanan pada Kejaksaan Agung. "Kami memohon penghentian penuntutan karena per tahun 1998, saham pemerintah di PT Pupuk Kaltim sudah tidak ada lagi. Jadi statusnya swasta dan perseroan terbatas biasa," kata Kuasa Hukum Omay, Alamsyah Hanafiah usai menemui Direktur Penuntutan Bidang Pidana Khusus, Marwan Effendy di Jakarta. Alamsyah mengatakan, dalam permohonan itu pihaknya melampirkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2001 hingga tahun 2005 yang diantaranya menyetujui fasilitas bagi direksi termasuk rumah pribadi dan kendaraan. "Kami juga melampirkan Anggaran Dasar yang baru, dimana di dalamnya tidak ada lagi keuangan negara," kata Alamsyah. Lebih lanjut ia mengatakan, ditariknya saham pemerintah adalah berdasarkan PP No 28/1997 sehingga negara tidak memiliki andil di dalam PT Pupuk Kaltim lagi, yang artinya tidak ada kerugian negara sebagaimana yang disangkakan terhadap kliennya. Ditemui secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung I Wayan Pasek Suartha mengatakan, setiap pihak yang berperkara berhak mengajukan permohonan penghentian penuntutan. "Permohonan itu boleh-boleh saja, tentu nanti akan dipertimbangkan," kata Pasek. Namun, lanjut dia lagi, penyidik Kejaksaan pasti memiliki pertimbangan tersendiri dalam penanganan perkara dan tersangka terlebih bila Kejaksaan sudah yakin perbuatan tersangka telah cukup bukti. Sejak 26 Maret 2006, penyidik Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor) menetapkan Omay yang menjabat Direktur PT Pupuk Kaltim itu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi senilai Rp10 miliar. Omay yang kini mendekam di Rutan Kejaksaan Agung itu diduga telah melakukan penyimpangan dalam pemberian dan penggunaan fasilitas renovasi rumah pribadi, sewa mobil, telepon dan kepemilikan kendaraan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006