Solo (ANTARA) - Gedung lantai 2 Solia Zigna, Solo mulai bergemerincing ketika dua bilah pedang saling beradu sejak pukul 09.00 WIB.
Di salah satu arena, Sri Lestari telah bersiap di atas kursi roda. Sesekali tangan kirinya mencoba menyamankan pada pegangan kursi roda. Sedangkan tangan kanannya mengencangkan sekuat mungkin genggamannya pada pedang.
Sri Lestari kadang melemparkan pandangan ke arah sekitar, seperti sedang melawan kegugupan yang mencoba bersarang di dirinya. Ada perasaan lega yang terlintas ketika kontingen Jawa Tengah tersebut melirik sang lawan, Milisa.
Kontras dengan Sri Lestari, Milisa seperti tak dapat menyembunyikan kegugupannya mengatasi atmosfer pertandingan yang terasa lebih dingin dibandingkan suhu AC ruangan.
Gugup? Suatu hal yang wajar sebab anggar kursi roda memang baru pertama kali dipertandingkan di Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII 2024.
Maklum tanpa atmosfer arena yang mempunyai tingkat yang setara, bahkan atlet yang sebelumnya sempat mengenyam atmosfer tingkat Asia seperti Sri Lestari pun dapat merasa gugup.
Sekira lima menit, wasit telah selesai memeriksa pedang berjenis epee dan memastikan bahwa tombol berpegas di ujung pedang dapat berfungsi untuk mencatatkan skor.
Kini sudah tak dapat terbaca bagaimana raut muka dari keduanya usai pelindung muka menutupi segala ketidakpastian yang akan segera terjadi dari pertandingan ini.
Ketika wasit berujar en garde atau berarti bersiap, pedang dari Sri Lestari dan Milisa telah dalam posisi saling bertemu.
Sedetik kemudian keduanya saling memburu dalam kelincahan yang tak kalahnya dengan kemahiran berpedang Zorro, sang pendekar pedang legendaris dalam film The Legend of Zorro.
Tiga menit menegangkan dalam siasat saling adu ketangkasan. Tusuk, tangkis, tusuk, tangkis dalam satu irama yang berulang-ulang untuk memburu bagian septime atau sekitar area dada hingga perut.
Pertarungan yang dipenuhi gerak tipu dan serangan frontal tersebut akhirnya berakhir dalam tempo kurang dari tiga menit usai Sri Lestari telah melayangkan 15 hit ke arah septime Milisa.
Pertandingan nomor epee individual putri kategori A babak delapan besar itu berakhir dengan kemenangan Sri Lestari dengan kedudukan 15-6 mengatasi kontingen Kalimantan Selatan, Milisa.
Usai pertandingan, Sri Lestari mengungkapkan bahwa pertempurannya masih akan terus berlangsung lagi. Panggung anggar kursi roda ini cukup lama dinantikan oleh Sri Lestari yang menjadi kontingen Merah Putih pada perhelatan Asian Para Games 2018 yang berlangsung di Jakarta.
Setelah perhelatan tersebut, anggar kursi roda seolah menghilang dari Tanah Air dan baru muncul kembali dan dipertandingkan pada Peparnas XVII 2024 setelah pada Peparnas XVI 2020 Papua tak masuk dalam cabang yang dipertandingkan.
"Sebenarnya agak sedikit kecewa maunya berjalan terus dan saling berjenjang," ujar Sri Lestari.
Selanjutnya: Lahir kembaliLahir kembali
Ibarat sebuah manusia, anggar kursi roda merupakan cabang yang terlahir ketika perhelatan Asian Para Games 2018. Kontingen Merah Putih untuk pertama kalinya sepanjang sejarah tampil di cabang anggar kursi roda dan memulai debutnya pada ajang multi event setingkat Asia.
Kontingen Merah Putih bahkan menorehkan prestasi dengan mempersembahkan medali perunggu melalui kategori beregu putri nomor sabre.
Usai prestasi yang luar biasa tersebut sayangnya tak berlanjut menjadi langkah estafet setelah pada gelaran Asian Para Games 2022 Hangzhou tak dapat mengirimkan satu pun kontingen di cabang anggar kursi roda.
Tak di pertandingkannya anggar kursi roda di Peparnas 2020 seperti memberi efek domino terhadap regenerasi dan membuat seolah dalam posisi mati suri.
"Ya, senang banget (dipertandingkan di Peparnas) soalnya penantian selama 6 tahun. Dulu kan saya ikut yang (Asian Para Games) 2018, habis itu kan ada pertandingan terus alhamdulillah tahun ini ada ya, senang banget penantiannya nggak sia-sia," kata Akhmad Saidah, yang juga merupakan kontingen Indonesia di Asian Para Games 2018.Baca juga: Akhmad Saidah harap pembibitan anggar kursi roda terus berlangsung
Akhmad Saidah sedikit berbagi pengalamannya yang merasakan atmosfer persaingan di panggung level Asia. Akhmad mengatakan bahwa dari pemusatan latihan yang berlangsung di Malaysia dan kualifikasi di Polandia secara tidak langsung membentuk mental dan memberi jam terbangnya ketika tampil di Asian Para Games 2018.
Ke depan Akhmad Saidah berharap dengan masuknya anggar kursi roda ke Peparnas mampu menjadi solusi agar pembibitan atlet terus berlanjut.
"Harapannya pembinaan terus berlangsung ya. Enggak kayak tahun 2018 mati lagi. Harapannya tetap lanjut pembinaan," ujar Akhmad yang kini membela Jawa Tengah.
Hal senada juga diungkapkan oleh kontingen DKI Jakarta, Raihanah Siti Zahrah yang berharap agar anggar kursi roda ke depannya dapat terus masuk dalam cabang Peparnas.
"Untuk harapan saya ke depan, semoga anggar bakal terus ada di Peparnas. Terus habis itu juga masuk ke dalam kejuaraan-kejuaraan lainnya," kata Raihanah Siti Zahrah.
Pada gelaran Peparnas 2024 cabang anggar kursi roda total mempertandingkan 18 nomor. Jumlah tersebut melampaui nomor pertandingan yang dilangsungkan pada gelaran Paralimpiade Paris 2024 yang total hanya mempertandingkan 16 nomor.
Tentu dengan hadirnya anggar kursi roda pada Peparnas 2024 menjadi angin segar. Pasalnya cabang olahraga yang ditemukan oleh Sir Ludwig Guttman seusai masa perang dunia kedua tersebut, masih sangat berpotensi untuk dikembangkan dan menjadi salah satu cabang yang menjadi lumbung medali tim Merah Putih pada ajang multi event internasional ke depannya.
Baca juga: Asa olahraga anggar kursi-roda pada Pemerintahan Jokowi
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024