Saat ini bertambah konflik Timur Tengah yang juga akan berdampak pada pangan dan ekonomi global jika tidak diantisipasiJakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan perluasan lahan sawah menjadi kunci menuju kedaulatan pangan bagi masyarakat.
Ketua Task Force Cetak Sawah Kementerian Pertanian Husnain mengatakan, pemerintah berencana melakukan perluasan areal pertanian melalui Program Cetak Sawah seluas 3 juta hektar tahun 2025-2027 untuk mendukung Kedaulatan Pangan dan Lumbung Pangan Dunia.
”Saat ini bertambah konflik Timur Tengah yang juga akan berdampak pada pangan dan ekonomi global jika tidak diantisipasi,” kata Husnain pada FGD Perluasan Lahan Sawah sebagai Kunci Kedaulatan Pangan di Bogor, sebagaimana keterangan diterima di Jakarta, Senin.
Untuk itu, persiapannya perlu dilakukan dari sekarang. Daerah prioritas program tersebut adalah Merauke (Papua Selatan) dan Kalimantan Tengah masing-masing 1 juta hektar, Kalimantan Selatan 500 ribu hektar dan Sumatera Selatan 250 ribu hektar, sisanya (250 ribu hektar) di provinsi lain.
Krisis pangan masih menjadi isu penting yang meresahkan banyak negara karena dapat berdampak pada krisis ekonomi global. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) mengeluarkan peringatan krisis pangan akut yang membayangi lebih dari 59 negara dengan penduduk dunia sekitar 970 juta.
Beberapa kondisi yang disinyalir sebagai penyebab yaitu pelambatan produksi pangan, kelangkaan dan kenaikan bahan baku industri, perubahan iklim, dan konflik antar negara Rusia-Ukraina yang masih berlangsung menghambat ekspor dan harga bahan pangan seperti gandum dan biji-bijian.
Penduduk Indonesia saat ini berjumlah 281,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,1 persen per tahun, sehingga pada tahun 2033 diperkirakan akan mencapai 309,8 juta jiwa. Jumlah ini tentu harus diimbangi dengan peningkatan produksi beras. Secara nasional, lahan sawah beralih fungsi sekitar 90-100 ribu hektar per tahun yang jika tanpa kompensasi apa-apa akan menyebabkan penurunan terus menerus kapasitas produksi pangan nasional, khususnya beras.
Data BPS (2023) menyebutkan pada tahun 2022 lahan sawah Indonesia memproduksi padi 55,67 juta ton gabah kering giling (GKG) setara dengan 32,07 juta ton beras, sedangkan konsumsi 35,3 juta ton beras, terdapat defisit sekitar 3,23 juta ton beras. Untuk itu diperlukan peningkatan luas areal tanam melalui pencetakan sawah baru. Lahan-lahan yang menjadi target perluasan areal pertanian adalah lahan non gambut, baik yang berada di lahan rawa maupun non rawa.
Staf Khusus Menteri Pertanian RI Bidang Percepatan Produksi Pertanian Muhammad Arsyad mengatakan selama ini pemerintah sudah bergerak menambah area lahan pangan selain mengoptimalkan lahan pangan yang tersedia.
”Selama ini pemerintah sudah bergerak menambah area lahan pangan selain mengoptimalkan lahan pangan yang tersedia. Ada peluang, tantangan, dan kendala. Pemerintah membutuhkan solusi atas kendala-kendala yang ditemui di lapangan,” kata Arsyad.
Sementara itu, guru besar ilmu tanah Institut Pertanian Bogor Budi Mulyanto mengatakan penambahan luas lahan pangan memang penting dilakukan di Indonesia karena luas lahan pangan per kapita di Indonesia paling rendah di dunia yaitu hanya 0,026 hektar per kepala.
Budi mengakui, menambah areal lahan pangan menjadi tantangan bagi pemerintah karena masih banyak persoalan yang harus diurai. Saat ini masih banyak provinsi yang area Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) belum menjadi bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dampaknya alih fungsi lahan masih belum optimal untuk dikendalikan.
Kondisi semacam ini memicu kerawanan agraria yang dapat berdampak pada kerawanan nasional. Perlu segera dilakukan penguatan dengan langkah strategis seperti membentuk Kawasan Strategis Nasional Pangan (KSNP) dengan diversifikasi sumber bahan pangan.
Baca juga: Wamentan serap permasalahan petani sawah tadah hujan Kota Balikpapan
Baca juga: Pemerintah buat rapat terbatas soal larangan alih fungsi sawah di Bali
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024