“Setahun telah berlalu dan tiada hari tanpa keluarga-keluarga di Gaza mengalami penderitaan yang tak dapat diungkapkan, karena pengungsian paksa, penyakit, kelaparan, dan kematian telah menjadi norma sehari-hari bagi dua juta orang yang terjebak di daerah kantong yang diisolasi dan dibombardir tersebut," kata Lazzarini lewat unggahan di X.
“Di Gaza, warga sipil terus menanggung beban perang. Lebih dari 220 anggota tim UNRWA terbunuh: jumlah kematian tertinggi dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa.”
Dia menekankan bahwa anak-anak menjadi pihak pertama dan yang paling menderita.
“Selain pembunuhan dan luka, semua anak di Gaza mengalami trauma, dan banyak di antaranya memiliki bekas luka tak kasat mata seumur hidup. Lebih dari 650.000 anak kehilangan setahun lagi untuk belajar. Alih-alih berada di kelas, mereka harus memilah-milah reruntuhan dengan rasa takut dan putus asa.”
Lazzarini memperingatkan bahwa penghancuran infrastruktur penting di Gaza sudah mencapai tingkat yang sangat parah.
Dia menambahkan bahwa lebih dari dua pertiga bangunan UNRWA di Gaza sudah hancur dan tidak dapat digunakan dan sebagian besarnya dimanfaatkan untuk pengungsian di bawah bendera PBB.
Sumber: WAFA
Baca juga: UNRWA: setelah setahun perang, Gaza 'terjun bebas ke dalam barbarisme'
Baca juga: UNRWA: Kelaparan besar di Gaza terjadi akibat tindakan sengaja Israel
Baca juga: UNRWA: Gaza adalah lingkungan terburuk bagi pekerja kemanusiaan
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024