Disrupsi digital pada industri kreatif dapat menghadirkan potensi ekonomi yang sangat besar di Asia dan Pasifik
Jakarta (ANTARA) - Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) mengatakan kebijakan terarah untuk pengembangan industri kreatif digital dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik.
“Disrupsi digital pada industri kreatif dapat menghadirkan potensi ekonomi yang sangat besar di Asia dan Pasifik. Namun, lingkungan kebijakan tidak selalu memungkinkan para kreator untuk berkembang dan terhubung dengan rantai nilai global,” kata Direktur Jenderal ADB untuk Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan Bruno Carrasco dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Hal itu disampaikan Carrasco berkaitan dengan peluncuran Tinjauan Industri Kreatif Digital di Asia: Peluang dan Kebijakan untuk Merawat Pertumbuhan dan Menciptakan Lapangan Kerja Berkualitas Tinggi hari ini.
Untuk itu, strategi nasional yang koheren yang mengembangkan bakat dan memperluas industri kreatif digital dapat membantu negara-negara berkembang memanfaatkan ekonomi kreatif global, menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, sebagaimana diungkapkan dalam laporan ADB itu.
“Laporan ini dapat membantu industri dan pembuat kebijakan membentuk industri kreatif digital Asia dan Pasifik, menumbuhkan peluang untuk menjembatani warisan budaya yang kaya di kawasan ini dengan seluruh dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Carrasco.
Berdasarkan lebih dari 40 wawancara dengan sejumlah tokoh penting di India, Indonesia, Thailand, dan Vietnam, termasuk dengan asosiasi industri dan profesional kreatif di industri film, gim, dan musik, laporan tersebut menyoroti peluang bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan industri kreatif digital mereka, menilai pengembangan bakat domestik, dan mendorong kebijakan yang menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi.
Meski ada permintaan yang kuat dari perusahaan hiburan global untuk memproduksi konten lokal dan bekerja dengan bakat lokal, namun jumlah produser, penulis skenario, dan programmer lokal yang terampil, masih kurang.
Untuk mengatasi hal itu, ADB dalam laporan tersebut merekomendasikan agar pemerintah dan industri mendefinisikan pengetahuan dan keterampilan penting yang dibutuhkan untuk menjalankan berbagai peran kreatif, membangun sistem pelatihan seumur hidup, memberi insentif kepada bisnis untuk meningkatkan keterampilan pekerja mereka, dan meningkatkan standar kerja industri kreatif.
Strategi jangka panjang itu telah membantu creative powerhouse seperti Kanada, Republik Korea, Singapura, dan Inggris Raya untuk mengembangkan kumpulan bakat domestik dan menarik investasi asing. Laporan tersebut menyaring pelajaran utama dari negara-negara ini yang dapat membantu memandu para pembuat kebijakan untuk mengembangkan industri kreatif.
Hambatan lain yang diidentifikasi adalah kurangnya pendanaan di empat negara yang diteliti di Asia Selatan dan Tenggara. Hal itu membatasi potensi produser film, pengembang gim, dan musisi lokal untuk berkembang, meskipun internet berkecepatan tinggi, platform streaming, dan perangkat portabel telah memungkinkan mereka menjangkau khalayak yang lebih luas.
Menurut laporan tersebut, penetapan fasilitas pendanaan terstruktur, termasuk pinjaman, jaminan kredit, hibah, dan pembiayaan modal ventura, dapat mengubah ide-ide kreatif menjadi proyek konkret. Dengan dukungan yang cukup dari pemerintah atau melalui kolaborasi publik-swasta, bisnis-bisnis tersebut dapat diberikan jaring pengaman finansial untuk berinovasi.
ADB berkomitmen untuk mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, sambil mempertahankan upayanya untuk memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada tahun 1966, ADB dimiliki oleh 69 anggota, di mana 49 anggota berasal dari kawasan tersebut.
Baca juga: ADB sebut Asia Pasifik masih hadapi berbagai tantangan
Baca juga: Airlangga: Pinjaman ADB Rp7,55 triliun, salah satunya untuk tutup PLTU
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024