Jakarta (ANTARA News) - Upaya perluasan penggunaan uang elektronik atau "e-money" sebagai instrumen pembayaran di Tanah Air masih menghadapi tantangan besar sehingga dibutuhkan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, kata pejabat Bank Indonesia.

"Transaksi uang elektronik masih sangat kecil sekitar Rp7,7 miliar per hari walaupun jumlah pemakai sudah mencapai 30,4 juta. Karena itu butuh kolaborasi peran dan keterlibatan pelaku industri sistem pembayaran, perbankan dan juga penyedia jaringan telekomunikasi serta pihak lainnya," kata Deputi Direktur Departemen Kebijakan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Yura Djalins pada diskusi IndoTelko Forum: "Collaborative & Incentives: A New Breakthrough for e-Money" di Jakarta, baru baru ini.

Menurut Yura, kolaborasi yang sehat dan efektif dari pelaku industri diharapkan dapat mewujudkan program Pemerintah menuju Less-Cash Society (masyarakat tanpa uang tunai) dan meningkatkan "financial inclusion" (akses masyarakat terjadap jasa keuangan).

Tantangannya terutama adalah perilaku dan preferensi masyarakat yang cenderung untuk menggunakan uang tunai, keterbatasan pemahaman masyarakat, infrastruktur layanan yang masih terbatas dan terkonsentrasi di kota-kota besar serta belum tersedianya platform standar sehingga masing-masing penerbit menggunakan standar yang berbeda-beda.

Guna memperkenalkan uang elektronik kepada masyarakat, Bank Indonesia menggunakan strategi uji coba kawasan non-tunai di kampus atau kawasan tertentu lainnya.

Di sisi lain, saat ini BI juga sedang menyiapkan guidance standar pengembangan uang elektronik berbasis chip sebagai upaya untuk mendorong perwujudan platform standar nasional Uang Elektronik.

Sementara itu, Chief of Digital Services XL Axiata Dian Siswarini mengakui penyebab e-money belum berkembang karena optimalisasi aset belum terjadi, "killer Apps" belum banyak, dan standarisasi teknologi belum ada.

"Pemain telko berpotensi mempercepat less cash society. Transaksi dan adopsi belum banyak walau sebetulnya usaha untuk percepatan adopsi e-money sudah besar," ujar Dian.

Penyebab utamanya ialah antara industri telekomunikasi dan perbankan seperti jalan sendiri-sendiri, karena masing-masing mengeluarkan produk e-money. Padahal, kalau dua kekuatan industri ini disatukan, hasilnya akan lebih baik.

Vice President Prepaid Business Departement Bank Mandiri Nandan Sandaya mengungkapkan, di Indonesia ada dua jenis uang elektronik yaitu "chip based" dan "server based". Pemain telekomunikasi banyak adopsi server based.

"Di luar negeri sekitar 90 persen uang elektronik digunakan untuk sektor transportasi dan 10 persen di ritel. Sektor transportasi lebih bisa mengadopsi chip based dan ini banyak digunakan perbankan," ujar Nandan.
(R017/N002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014