“Terhadap subjek red notice, kami telah menerima dan selanjutnya akan melakukan langkah-langkah verifikasi dan validasi terhadap apa yang diduga dan disangkakan kepada yang bersangkutan,” kata Kadiv Hubinter Irjen Pol. Krishna Murti dalam konferensi pers di Gedung Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan, buronan Interpol asal China yang berinisial LQ alias JL (39) tersebut masuk ke Indonesia secara sah dengan menggunakan paspor Turki.
Akan tetapi, permintaan red notice Interpol terhadap LQ dikeluarkan oleh otoritas China terkait kasus investasi fiktif yang dilakukan tersangka di negara tersebut.
Oleh karena itu, Divhubinter Polri akan melakukan validasi kewarganegaraan tersangka bersama otoritas Turki dan otoritas China.
“Sekarang harus dilakukan validasi karena ini menyangkut hak-hak individu negara lain,” ujarnya.
Ia menyebut, apabila nantinya setelah divalidasi diketahui bahwa tersangka merupakan warga negara China yang mana sesuai dengan negara yang mengeluarkan red notice Interpol, maka akan dilakukan langkah-langkah hukum lanjutan.
Terkait proses ekstradisi LQ, Krishna mengaku masih belum bisa mengungkapkan waktunya lantaran prosesnya panjang dan melibatkan antarnegara.
“Ekstradisi itu tidak ada waktunya. Bisa tiga tahun, empat tahun, atau lima tahun. Bisa panjang. Ini tergantung timbal balik ke dua negara, apakah juga punya perjanjian atau tidak,” ucapnya.
Ia menyebut, lantaran kewarganegaraan LQ masih belum jelas, pihaknya akan memvalidasi terlebih dahulu agar bisa dimulai perjanjian timbal balik antara dua negara terkait ekstradisi buronan.
“Kami mempunyai waktu awal 20 hari untuk cepat-cepat melakukan pengklarifikasian terhadap validasi identitas yang bersangkutan. Setelah itu, akan ada permintaan melalui ‘p to p (police to police)’ atau lainnya yang bertahap untuk menentukan apakah tersangka akan dipindahkan ataupun dipulangkan,” kata dia.
Diketahui, pada Kamis ini, Ditjen Imigrasi menyerahkan LQ selaku buronan pemerintah China yang merupakan pelaku investasi fiktif menggunakan skema ponzi, kepada Divhubinter Polri.
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim menjelaskan, LQ alias JL merupakan tersangka tindak pidana ekonomi di China yang terjadi pada tahun 2020 yang melibatkan sekitar 50 ribu korban dengan total kerugian 100 miliar Yuan atau sekitar Rp210 triliun.
Berdasarkan data perlintasan, didapati bahwa LQ tiba di Indonesia pada tanggal 26 September 2024 pukul 19.00 WITA, melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, menggunakan visa saat kedatangan atau Visa on Arrival (VoA).
LQ masuk ke Indonesia dengan menggunakan identitas yang tidak sesuai dengan pemberitahuan dari pihak pemerintah China. Ia mengaku sebagai Joe Lin dan menggunakan paspor Turki Nomor U23358200.
Kemudian, pada tanggal 1 Oktober 2024, Kantor Imigrasi Ngurah Rai melaporkan bahwa subjek pencegahan atas nama LQ alias JL telah ditemukan. Dia bermaksud meninggal Indonesia menuju Singapura, tetapi tertahan di autogate Bandara Ngurah Rai.
Adapun, pada tanggal 2 Oktober 2024, Konselor Polisi Kedutaan China di Jakarta berkirim surat ke Imigrasi yang mengatakan jika tersangka dapat diidentifikasi dan ditemukan, pemerintah China menyatakan paspor yang bersangkutan atas nama Lin Qiang dengan Nomor EH0267954 dinyatakan tidak berlaku.
Selanjutnya, pada tanggal 7 Oktober 2024, Tim Penyidik Wasdakim Ditjen Imigrasi berkoordinasi dengan sejumlah pihak, di antaranya pemerintah China, Kedutaan Turki-Indonesia, serta Kasubdit Kejahatan Internasional dan Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia.
Lalu, pertemuan itu menyepakati bahwa LQ akan diserahterimakan pada Kamis ini dari Ditjen Imigrasi ke NCB Interpol Divhubinter Polri.
Baca juga: Polri tangkap WNA China pelaku penipuan daring dan TPPO
Baca juga: Imigrasi Manokwari deportasi tiga WNA asal China
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024