London (ANTARA News) - Sebanyak 26 remaja dari 16 negara mengikuti pertemuan tingkat tinggi Global Summit mengenai kekerasan seksual di wilayah konflik End Sexual Violence in Conflict (ESVC) Global Summit, mendesak pemimpin negara di seluruh dunia untuk melakukan aksi nyata untuk mengakhiri kekerasan seksual dalam konflik.

Sudah ada 150 negara yang menandatangani deklarasi tersebut sejak September 2013, dan lebih dari 70 menteri dari negara tersebut dan perwakilan lainnya hadir pada KTT ESVC selama satu minggu di London, demikian salah satu anggota delegasi yang termasuk dalam Youth Group, Haikal Bekti Anggoro, kepada ANTARA London, Rabu.

Haikal didampingi rekan-rekan remajanya yang berasal dari berbagai negara, seperti Uganda, Liberia, Sierra Leone, Pantai Gading, Irak, Palestina, Korea Selatan, Perancis, Kolombia, Meksiko, dan beberapa negara lainnya.

"Saya merasa bangga karena Indonesia salah satu negara yang sangat mendukung penghentian penggunaan kekerasan seksual dalam konflik," ungkap Haikal Bekti Anggoro.

Indonesia merupakan salah satu state champions, yaitu negara yang berada di garda terdepan dalam menyelesaikan masalah ini bersama negara-negara lain, seperti Liberia, Guatemala, Senegal dan Korea Selatan.

Selama konferensi, delegasi remaja tersebut mempelajari bagaimana kekerasan seksual bukan hanya sebagai pelampiasan seksual, tetapi juga dipakai sebagai taktik perang oleh berbagai pihak di konflik untuk memecah belah suatu komunitas.

"Ini merupakan salah satu topik utama dalam konferensi ini. Harus ada upaya untuk membalikkan stigma negatif tersebut. Stigma harus dialihkan bukan dikenakan kepada korban, tetapi kepada para pelaku kejahatan tersebut," ungkap Haikal.

Hari pertama dari konferensi yang diadakan di London tersebut dikhususkan kepada para remaja ini untuk mengeksplorasi dan mencari solusi dari sudut pandang para remaja.

Sebagai salah satu sumber informasi, 26 remaja ini dipertemukan dengan Menteri Luar Negeri Inggris, William J. Hague, dan juga Utusan Khusus UN HCR (Badan PBB bidang pengungsi) yang merupakan artis terkemuka, Angelina Jolie, mengapresiasi antusiasme dari remaja dan menyatakan remaja memainkan peranan penting pada isu ini.

Angelina Jolie menyampaikan kepada delegasi remaja tersebut sangat penting bagi anda untuk mempelajari dari berbagai negara yang hadir di sini dan membawa pulang apa yang telah anda pelajari di sini.

Selain itu, delegasi remaja juga mendapat kehormatan untuk mengadakan diskusi dengan Utusan Khusus Uni Afrika di bidang Wanita, Perdamaian, dan Keamanan, Bineta Diop asal Senegal.

Haikal Bekti Anggoro mendapatkan kehormatan sebagai moderator diskusi tersebut yang berisi tema remaja dan keterlibatan remaja dalam mengakhiri It is important for you to learn from different countries here and take
home
.

Ketua Uni Afrika, Dr Dlamini Zuma, menegaskan tentang pentingnya kaum remaja. Remaja tidak boleh hanya menunggu masa depan. Kalian harus ikut serta dalam desain, penyusunan, dan implementasi berbagai kebijakan, termasuk dalam mengakhiri kekerasan seksual dalam konflik


Rekomendasi Remaja

Pada hari pertama konferensi tersebut, para remaja menyusun 15 poin rekomendasi yang dibagikan kepada para pakar yang menghadiri konferensi sejak hari kedua, dan para menteri serta perwakilan negara pada hari ketiga dan hari keempat. Turut hadir Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Marty Natalegawa.

Menlu Marty Natalegawa pada pembukaan Ministerial Day pada konferensi tersebut juga sempat menyuarakan hal serupa dengan para delegasi remaja, yaitu tentang mengubah komitmen-komitmen politik yang diberikan para pemimpin negara yang hadir menjadi aksi-aksi konkret dengan road map yang jelas.

Di antara 15 poin rekomendasi tersebut, terdapat beberapa hal yang cukup menonjol antara lain mengenai pendidikan dalam berbagai bentuk untuk berbagai pihak untuk penyetaraan gender karena disadari bahwa konstruksi gender merupakan salah satu akar penyebab terjadinya kekerasan seksual baik di dalam maupun di luar konflik.

Selain itu, para remaja juga mengedepankan isu penegakan hukum. Delegasi remaja menyadari pentingnya untuk seluruh negara untuk memiliki hukum yang memenuhi standar internasional, namun juga menyadari lebih pentingnya implementasi hukum dibandingkan sekadar memiliki hukum tertulis.

Dan juga akses kepada hukum harus tersedia dari tingkat akar rumput untuk menyentuh korban dan keluarga yang terkena dampak kekerasan serta perlindungan kepada korban yang berani bersuara dan para pejuang hak asasi lainnya.

Topik yang lain adalah pentingnya penanganan korban dan komunitas yang terkena dampak dengan menggunakan informasi serta kebutuhan dari korban (survivor-centric responses).

Selain itu, seluruh pelaksana bantuan dan pelayanan di lapangan harus diberikan pelatihan yang spesifik, sesuai konteks, dan berkelanjutan untuk memaksimalkan pelayanan kepada korban.

Pada pidato penutupan, perwakilan delegasi remaja Isabelita Mercado asal Kolombia kembali menyampaikan pentingnya peran remaja yang bersatu padu dengan seluruh pembuat kebijakan dalam desain, penyusunan, dan implementasi kebijakan.

"Dan bersama kita bisa mengakhiri kekerasan seksual dalam konflik!", ujar Isabelita menutup pidato mewakili delegasi remaja.
(ZG)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014