Masjid Istiqlal memperkenalkan keran air beraliran rendah dan sistem daur ulang air, yang memangkas penggunaan air masjid hingga 36 persen
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Agama dan Kepercayaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Kustini membagikan praktik baik masjid ramah lingkungan untuk mendorong masjid-masjid di Indonesia berkontribusi terhadap lingkungan hijau.
Beberapa poin yang dikedepankan adalah konservasi air, efisiensi energi, pengelolaan sampah, ruang terbuka hijau, kesadaran dan pendidikan lingkungan, hingga infrastruktur ramah lingkungan.
"Masjid Istiqlal memperkenalkan keran air beraliran rendah dan sistem daur ulang air, yang memangkas penggunaan air masjid hingga 36 persen. Hal tersebut mengantarkannya untuk memperoleh penghargaan sebagai Excelence in Design for Green Efficiencies (EDGE), serta menjadi masjid pertama di dunia sebagai rumah ibadah ramah lingkungan," kata Kustini dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ketua DPR: Indonesia bangga Istiqlal masjid "hijau" pertama dunia
Kustini melanjutkan,Masjid Istiqlal juga memiliki panel surya, dimana perangkat tersebut mampu memasok sebesar 13 persen kebutuhan listriknya. Di samping itu, masjid negara itu juga memaksimalkan pencahayaan dengan memaksimalkan ventilasi, yang secara signifikan mengurangi konsumsi energi masjid secara keseluruhan.
Tidak hanya di Masjid Istiqlal yang merupakan masjid negara, ia juga mengungkapkan berbagai praktik baik juga dimiliki oleh masjid yang berada di daerah, salah satunya di Masjid Jami' Al-Ilham, Pati, Jawa Tengah, di mana masjid tersebut menampung air hujan dan air wudhu untuk pengairan sawah dan kebun wakaf di sekitar masjid.
"Masjid Jami' Al-Ilham juga menggunakan keran hemat energi dan telah dipasang sistem pencahayaan otomatis untuk mengurang konsumsi air dan listrik," ujarnya.
Baca juga: Kementerian Agama siapkan panduan pembentukan komunitas Eco-Masjid
Tak hanya itu, kata Kustini, Masjid Jami' Al-Ilham juga mengelola bank sampah berbasis masyarakat, yang mendorong pembuangan sampah dan daur ulang yang tepat bagi masyarakat sekitar.
Selanjutnya masjid yang sama juga dilengkapi ruang terbuka hijau, yang membantu memberikan kesejukan dan meningkatkan kualitas udara di sekitar lokasi. Hal serupa juga dimiliki oleh Masjid Al-Akbar, Surabaya yang memiliki rumah kaca untuk praktik pertanian perkotaan (urban farming) menggunakan teknik pertanian modern seperti hidroponik.
"Masjid AI-Akbar juga memiliki edupark yang menawarkan sembilan destinasi studi lingkungan, yang memungkinkan pengunjung untuk belajar tentang berbagai spesies tanaman dan praktik ramah lingkungan," paparnya.
Baca juga: Ikhtiar Masjid Al Akbar Surabaya jadi Masjid Gen-ZI dan "Hijau"
Kustini juga mengungkapkan peran strategis perempuan dalam tata kelola masjid, seperti yang terdapat pada Masjid Suciati Saliman, Yogyakarta. Masjid ini didirikan oleh seorang pengusaha perempuan di bidang ayam potong, dimana masjid ini memperoleh penghargaan Anugerah Masjid Percontohan dan Ramah (Ampera) dan International Symposium on Innovative Masjid (ISIM) 2024.
Melalui berbagai praktik baik tersebut, kata dia, diharapkan gerakan green religion atau gerakan yang memandang alam sebagai sesuatu yang sakral dan merupakan perintah Tuhan bisa diawali dengan lingkungan masjid.
"Agama apapun mengajarkan lingkungan yang bersih dan sehat. Dalam konteks masjid, maka ini harus bisa menjadi gerakan bersama antara masyarakat, ormas, dan pemerintah untuk menciptakan masjid ramah lingkungan," tutur Kustini.
Baca juga: MUI Jateng izinkan masyarakat beribadah di masjid di zona hijau
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024