Tanpa keberanian menegakkan atau bahkan merancang peraturan sektor transportasi publik yang ramah lingkungan secara baku itu maka masalah kualitas udara di Jakarta semakin sulit diselesaikanJakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan butuh ketegasan dari para kepala daerah dalam menegakkan aturan untuk mengatasi masalah polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
"Seperti keberanian gubernur dalam menerapkan aturan pembatasan kendaraan berbahan bakar dari fosil dan ciptakan blueprint yang jelas untuk mengoptimalkan angkutan publik," kata Sekretaris Utama BMKG Dwi Budi Sutrisno saat ditemui usai membuka acara Qlimate dan Air Quality Fair 2024 bertajuk "Jaga Kualitas Udara Untuk Lawan Perubahan Iklim" di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, tanpa keberanian menegakkan atau bahkan merancang peraturan sektor transportasi publik yang ramah lingkungan secara baku itu maka masalah kualitas udara di Jakarta semakin sulit diselesaikan.
Berdasarkan data Organisasi Iklim Dunia (WMO) suhu rata-rata global dari tahun 1850 -- 2023 melonjak signifikan hingga mencapai 1,5 derajat Celcius atau hampir melampaui batas maksimum yang disepakati global. Peningkatan suhu tersebut salah satunya disokong oleh tingginya konsentrasi gas rumah kaca dari karbon yang dilepas kendaraan (CO2) pada lapisan atmosfer.
Baca juga: Menteri LHK soroti perbaikan kualitas lingkungan hidup di Indonesia
BMKG dengan beberapa kementerian atau lembaga terkait lainnya juga mendapati kondisi polusi udara karena tingginya konsentrasi CO2 tersebut juga terjadi di Jakarta yang masih bermasalah dengan kemacetan.
"Walau ini isu global tapi butuh respons kelokalan juga. Pengendalian perlu dilakukan di Jakarta. Kita juga yang rasakan dampaknya," imbuhnya.
Kondisi dapat diperjelas salah satunya melalui laporan Indeks Kualitas Udara (IAQ) yang per hari ini Selasa (15/10) kualitas udara di Jakarta mencapai angka 178 dengan polutan utamanya sebesar PM 2,5 dan nilai konsentrasi 94 mikrogram per meter kubik (m3) atau 18.8 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WMO.
Bahkan lebih dari itu, Dwi menyebutkan bahwa informasi penelitian terbaru diketahui kemacetan kendaraan di Jakarta telah menimbulkan kerugian perekonomian senilai Rp100 triliun per tahun, di mana Rp40 triliun habis untuk operasional kendaraan seperti bahan bakar dan Rp60 triliun lain di antaranya kerugian kesehatan.
"Intinya ketegasanlah yang dibutuhkan. Memang berat tapi semua akan lebih berharga jika dibandingkan dampak penurunan kualitas kesehatan anak-anak yang menjadi masa depan
kita nanti," kata Dwi yang juga praktisi bidang transportasi itu.
Baca juga: Pemerintah diminta segera berlakukan BBM rendah sulfur tekan emisi
Baca juga: Tetap jaga kesehatan, kualitas udara Jakarta pagi ini masih tak sehat
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024