Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu RI, Didik Eko Pujianto mengatakan bahwa migrasi yang aman merupakan prioritas utama Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
"Kami ingin memastikan setiap PMI berangkat secara legal dan terlindungi sesuai dengan peraturan. Dengan demikian, risiko PMI non prosedural yang sering menghadapi masalah di luar negeri bisa kita tekan bersama," kata Didik saat membuka kegiatan Bimtek dan Kampanye Penyadaran Publik yang diselenggarakan oleh Direktorat Pelindungan WNI (Dit PWNI) Kemlu di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Selasa.
Ia mengakui saat ini masih banyak WNI yang pergi bekerja ke luar negeri tanpa melalui jalur resmi, sehingga rentan terhadap eksploitasi dan pelanggaran hak.
"Pendidikan dan sosialisasi tentang prosedur migrasi yang aman harus terus dilakukan. Terlebih, pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya migrasi yang aman dan legal," terangnya.
Baca juga: BRIN ingatkan implementasi aturan agar migrasi pekerja migran aman
Berdasarkan data, jumlah kasus yang ditangani terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2021, terdapat 26.172 kasus, kemudian naik menjadi 35.149 pada tahun 2022, dan terus meningkat hingga 53.593 pada tahun 2023.
Menurut Didik, salah satu penyebab meningkatnya jumlah kasus PMI adalah kurangnya pemahaman mengenai migrasi yang aman. Ia menekankan pentingnya persiapan yang matang sebelum warga negara Indonesia berangkat ke luar negeri, baik dari segi regulasi maupun perlindungan hukum.
"Tanpa persiapan yang memadai, PMI rentan menghadapi berbagai masalah di negara tujuan," ucapnya.
Oleh karena itu, perlu menekankan pentingnya persiapan dan tanggung jawab yang matang bagi WNI sebelum mereka bekerja di luar negeri. Jika ada WNI yang bekerja di luar negeri melalui perusahaan, maka perusahaan tersebut harus bertanggung jawab. Jika WNI tersebut berangkat atas inisiatif keluarga, maka keluarga juga harus ikut bertanggung jawab.
"Selain itu, kita juga perlu memahami bahwa negara tidak bisa mengambil alih tanggung jawab sepenuhnya dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya, jika WNI terlibat dalam masalah hukum di luar negeri, kita harus mengikuti proses hukum yang berlaku di negara tersebut. Kita tidak bisa semata-mata menyelesaikan masalah dengan menggunakan anggaran negara," tegasnya.
Didik menjelaskan bahwa Kemlu telah berupaya melakukan kerja sama internasional dengan berbagai negara tujuan PMI untuk meningkatkan perlindungan bagi WNI yang bekerja di luar negeri.
"Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan akan tercipta jaminan keamanan dan perlindungan bagi PMI, serta meminimalisir risiko mereka terjebak dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia," katanya.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, I Gede Putu Aryadi menekankan pentingnya peningkatan kompetensi tenaga kerja NTB dan akses informasi agar mereka dapat mengakses lapangan pekerjaan baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Disnaker berperan dalam mempersiapkan sektor-sektor terkait untuk memperkuat kemampuan tenaga kerja NTB, terutama dalam bersaing di pasar kerja luar negeri," ujar Aryadi.
Ia mengatakan masalah migrasi non prosedural masih kerap terjadi di daerah-daerah tertentu di NTB. Bahkan, masih banyak pekerja migran yang menjadi korban di negara-negara penempatan. Oleh karena itu, Aryadi menekankan pentingnya edukasi migrasi aman yang dilakukan di tingkat desa.
“Kami mengedepankan pentingnya sosialisasi migrasi aman, terutama kepada masyarakat di desa-desa. Banyak warga yang belum sepenuhnya memahami risiko yang mereka hadapi ketika berangkat sebagai PMI tanpa melalui jalur resmi. Ini menjadi tugas bersama kita untuk memastikan bahwa informasi yang akurat sampai ke masyarakat," katanya.
Baca juga: UN Women: Penting pastikan PMI perempuan migrasi dengan aman
Baca juga: Cara daftar sebagai calon pekerja migran Indonesia secara resmi
Baca juga: Wamenaker harapkan MoU PMI ke Qatar via SPSK segera ditandatangani
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024