pemotongan suku bunga acuan oleh BI cenderung belum mendesak untuk dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober iniJakarta (ANTARA) - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) memproyeksikan Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate di posisi 6 persen pada Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2024.
"Bank Indonesia diperkirakan mempertahankan BI rate di 6,00 persen pada pertemuan bulan Oktober. Setiap ruang potensial untuk pemangkasan kebijakan lebih lanjut harus dicadangkan untuk mengatasi risiko tren deflasi yang berkepanjangan," kata Peneliti LPEM UI Jahen Fachrul Rezky dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Meskipun demikian, dengan kondisi tahun 2024 yang tersisa kurang dari tiga bulan, BI masih memiliki ruang untuk pemangkasan suku bunga lebih lanjut di sisa tahun ini.
Hal ini menimbang instrumen pemangkasan suku bunga dapat digunakan di masa mendatang untuk mendorong permintaan agregat di sektor riil apabila tren deflasi berlanjut.
"Namun, pemotongan suku bunga acuan oleh BI cenderung belum mendesak untuk dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober ini. Sehingga, kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,00 persen untuk saat ini," ujarnya.
Tingkat BI-Rate saat ini 6,00 persen. Keputusan ini ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 17-18 September 2024.
Baca juga: Ekonom nilai BI punya ruang untuk kembali turunkan suku bunga
Baca juga: Kemenperin yakin penurunan BI-Rate bantu pacu iklim industri
Dalam laporan analisisnya, LPEM UI menyebutkan bahwa dari sisi domestik, saat ini Indonesia masih berkutat dengan tren deflasi berturut-turut selama lima bulan terakhir walaupun secara umum masih dalam rentang target BI yang sebesar 1,5 persen hingga 3,5 persen.
Diketahui, secara bulanan indeks harga umum mengalami deflasi 0,12 persen (mtm) pada September 2024, lebih dalam dibandingkan bulan Agustus yang sebesar 0,03 persen (mtm).
Sama seperti tren harga tahunan, pendorong utama deflasi bulanan pada September adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau, yang mencatat deflasi 0,59 persen (mtm) dan menyumbang 0,17 poin persentase terhadap deflasi keseluruhan bulan ini.
Namun, sisi permintaan juga memiliki peran tersendiri dalam deflasi. Inflasi inti mencatat penurunan untuk ketiga kalinya dalam enam bulan terakhir yang memberikan sinyal terjadinya penurunan tekanan dari sisi permintaan dan pelemahan daya beli konsumen.
"Meskipun dampak dari sisi permintaan mungkin tidak sebesar dampak dari sisi penawaran, hal tetap berkontribusi terhadap pelemahan inflasi dan tidak dapat diindahkan," tulis Seri Laporan Analisis Makroekonomi LPEM UI.
Kemudian secara umum, inflasi tahunan tercatat turun menjadi 1,84 persen (yoy) pada September 2024, turun dari 2,12 persen pada Agustus 2024.
Sementara itu, pertimbangan lain yang menjadi dasar BI mempertahankan suku bunga bulan ini yakni nilai tukar rupiah yang dinilai stabil.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa rupiah stabil di sekitar Rp15.660 per dolar AS meskipun mengalami depresiasi di tengah arus modal keluar yang dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dan ketidakpastian seputar pemilihan umum di Amerika Serikat (AS).
Dari segi perdagangan, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus 3,26 miliar dolar AS pada September 2024. Capaian ini mengindikasikan penurunan impor yang lebih tajam dibandingkan dengan ekspor.
Lebih lanjut, laporan analisis LPEM UI menjelaskan bahwa saat ini dunia tengah memasuki era pelonggaran seiring dengan pemotongan tingkat suku bunga bank sentral AS atau the Fed pertama kalinya dalam 4,5 tahun terakhir. Namun, pemotongan suku bunga the Fed sebesar 50 basis poin September lalu lebih besar dari perkiraan para analis.
Dengan mandatnya untuk menjaga inflasi dengan rata-rata 2 persen (yoy) dalam jangka panjang, pemangkasan suku bunga the Fed terhitung sebagai langkah yang drastis mempertimbangkan angka inflasi AS masih sebesar 2,4 persen (yoy) di September, lebih tinggi dari konsensus ekonom yaitu sebesar 2,3 persen (yoy).
"Meningkatnya tensi geopolitik global, program stimulus China, dan Pemilu AS masih menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi aliran arus modal asing ke Indonesia dan fluktuasi nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu mendatang," tulis laporan tersebut.
Baca juga: Ekonom UOB : Suku bunga Fed akan di level 3,25 persen awal 2026
Baca juga: BI pertimbangkan 5 faktor dalam turunkan suku bunga acuan
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024