Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertanian mendorong swasta untuk berinvestasi di industri benih hortikultura mengingat mulai November 2014 penanaman modal asing dibatasi hanya 30 persen dari sebelumnya 100 persen.

"Industri biji dan benih musiman ini seksi, keuntungannya besar, karena itu swasta mau masuk. Nah, di mana tempat yang swasta tidak mau masuk, di situ lah peran pemerintah," kata Direktur Perbenihan Hortikultura Kementan Sri Wijayanti Yusuf.

Wijayanti mengemukakan hal tersebut usai seminar bertajuk "Scaling Up Industri Benih Hortikultura Menuju Kemandirian dan Kedaulatan Pertanian" di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin.

Sri menambahkan investasi harus lebih fokus pada teknplogi, penemuan varietas unggul untuk buah-buahan tropis dan tanaman obat.

"Kita kan saingannya cuma Thailand, tetapi pemuliaan dan teknologinya masih kurang, kalau kita diamkan akan habis," katanya.

Pernyataan tersebut menyusul Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura pasal 100 yang mengatur bahwa penanaman modal asing (PMA) dibatasi maksimal hanya 30 persen, padahal sebelumnya mencapai 100 persen.

Perusahaan dengan investasi asing lebih dari 30 persen diberi batas waktu pelepasan modal sampai 2014, termasuk perbenihan hortikultura, budidaya hortikultura dan industri pengolahan hortikultura.

Sri menambahkan upaya lain yang bisa dilakukan adalah produsen lokal berinvestasi di luar negeri, seperti di Tiongkok untuk benih sawi hijau yang dimiliki PT Agri Makmur Pertiwi.

"Kita mempunyai perusahaan swasta yang sudah linked (terhubung) ke teman-teman produsen di Tiongkok, jadi saling bertukar," katanya.

Sementara itu Peneliti Balitbang Kementan Bambang Sayaka menilai jika apabila divestasi 70 persen dari PMA tersebut dimungkinkan untuk dikelola oleh BUMN.

"Lebih mudah, berarti modal pemerintah, tetapi dengan catatan harus mempunyai kredibilitas dan kinerja yang baik," katanya.

Bambang mengatakan langkah tersebut bisa dilakukan baik membentuk BUMN baru maupun memanfaatkan BUMN yang ada di bidang pertanian, seperti Sang Hyang Sri dan PT Pertani.

"Tapi tidak mudah karena banyak yang menginginkan itu, apakah dijual terbuka tapi dibatasi pembelinya, yang penting jangan sampai jatuh ke kartel, katanya.

Dalam kesempatan sama, Dirjen Pedagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bahrul Chairi menyebutkan realisasi impor hortikultura harus 80 persen tercapai.

"Dari 151 importir, hanya 23 perusahaan yang memenuhi threshold 80 persen," katanya.

Bahrul menyebutkan realisasi impor pada 20 juni sebanyak 288.000 ton, artinya mengalami koreksi dari angka yang ditetapkan pada awal Juni sebesar 23 persen menjadi 35 persen.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014