Yogyakarta (ANTARA News) - Aktivitas Gunung Merapi (2.965 mdpl) di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini masih berstatus `waspada`, dengan guguran lava pijar meluncur sejauh rata-rata satu kilometer ke lereng selatan, yakni ke hulu Kali Gendol. Panut, petugas Pos Pengamatan Merapi di Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY, ketika dihubungi ANTARA, Selasa menyebutkan pada awal Oktober, beberapa hari lalu gempa fase banyak (multiphase/MP) di gunung ini sempat meningkat hingga rata-rata terjadi 200 kali dalam sehari. Menurut dia, peningkatan gempa MP kemungkinan karena keluarnya magma dari perut gunung ke permukaan puncak agak terhambat oleh material vulkanik yang 'menyumbat' jalan magma. "Namun kini pasokan magma ke permukaan puncak tampaknya kembali lancar, sehingga gempa MP kembali normal ke angka rata-rata terjadi 90 kali dalam sehari," katanya. Sementara itu, guguran lava pijar setiap hari rata-rata 87 kali. "Ada pertumbuhan kubah lava baru di puncak gunung, tetapi tingkat pertumbuhannya belum mencolok, masih dalam batas normal," kata dia. Merapi yang termasuk gunungapi paling aktif di dunia itu sejak April hingga Juli lalu aktivitas vulkaniknya meningkat dengan masa erupsi cukup lama. Masa erupsi ini sempat menimbulkan bencana awan panas yang memporak-porandakan kawasan selatan kaki gunung tersebut. Kawasan wisata dan bumi perkemahan Kaliadem di selatan Merapi yang hanya berjarak sekitar enam kilometer dari puncak gunung, diterjang awan panas, dan kini tempat itu dipenuhi endapan material vulkanik berupa pasir dan batu. Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA) mengingatkan kemungkinan terjadi banjir lahar dingin di kaki Merapi saat memasuki musim hujan yang diramalkan tidak akan lama lagi. "Hasil penelitian JICA menunjukkan semua material yang ada di hulu Kali Gendol mudah sekali terbawa aliran air jika turun hujan nanti," kata pimpinan delegasi JICA, Kato Keichi ketika bertemu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan Yogyakarta, Senin. Ia mengatakan secara umum di wilayah lereng Merapi saat ini erosi permukaan sangat mudah terjadi akibat guyuran hujan, dan berpotensi menimbulkan banjir lahar dingin. "Karena itu perlu peringatan dini bagi masyarakat yang berada di hilir kali tersebut, termasuk wisatawan serta para pekerja di sungai. Mereka perlu memasang sensor kawat untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi banjir lahar dingin pada malam hari," kata Keichi. Menurut dia, sejak 1985 JICA telah menyelesaikan pembangunan 184 dam, baik di sepanjang Kali Opak, Gendol maupun Kali Boyong yang saat ini sudah dipenuhi endapan material Gunung Merapi. "Untuk menampung material itu, JICA sedang menyelesaikan pembangunan enam dam lagi di tiga titik di Kali Gendol dan tiga titik di Kali Opak guna menghambat aliran material dari lereng Merapi," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006