Kuala Lumpur (ANTARA) - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching mendampingi pemulangan warga negara Indonesia (WNI) Marlia asal Sambas, Kalimantan Barat, yang merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang 17 tahun tidak menerima gaji majikan di Sarawak, Malaysia.

Konsul Jenderal Republik Indonesia di Kuching Raden Sigit Witjaksono pada Jumat (25/10), menurut keterangan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, diterima di Kuala Lumpur, Sabtu, juga ikut mendampingi pemulangan atau repatriasi Marlia hingga ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk di Sambas, Kalimantan Barat.

Saat diselamatkan oleh tim Pelindungan WNI KJRI Kuching pada Senin, 12 Juni 2023, Marlia sudah dipekerjakan secara ilegal dan tidak digaji oleh majikannya yang tinggal di Bintulu, Sarawak, selama 17 tahun.

Marlia bekerja dengan mantan majikannya di Bintulu sejak 2006 hingga diselamatkan pada 2023 lalu, menurut KJRI.

Kasus eksploitasi pekerja migran Indonesia tersebut kemudian diproses secara hukum berdasarkan Undang-Undang Pencegahan Perdagangan Orang dan Penyelundupan Migran 2007 (ATIPSOM 2007) Malaysia, oleh Jabatan Tenaga Kerja (JTK) Sarawak di Mahkamah Rendah Bintulu.

Setelah menjalani beberapa kali persidangan, akhirnya pada 6 September 2024, Hakim Mahkamah Rendah Bintulu memutuskan bekas majikan Marlia harus membayar kompensasi kepada Marlia dan menyatakan persidangan kasus yang melibatkan Marlia telah selesai.

Marlia (kiri) yang baru dibawa dari Rumah Perlindungan Wanita (RUPAWAN) di Kota Kinabalu, Sabah, berbincang dengan Konsul Jenderal RI Kuching Raden Sigit Witjaksono (kedua kiri) di Bandar Udara Internasional Kuching, Kota Kuching, Sarawak, Malaysia, pada Jumat (25/10/2024). (ANTARA/HO-KJRI Kuching)


Menurut KJRI, hakim memutuskan bahwa mantan majikan Marlia harus membayar kompensasi sebesar 100.000 ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp360 juta.

Setelah hampir dua tahun ditempatkan di Rumah Perlindungan Wanita (RUPAWAN) di Kota Kinabalu, Sabah, Marlia dengan didampingi oleh KJRI di Kuching yang bekerja sama dengan pihak Departemen Imigrasi Malaysia (Jabatan Imigresen Malaysia/JIM) Sarawak dan Sabah, diantar pulang ke kampung halamannya melalui perbatasan Kompleks Imigrasi, Bea Cukai, Karantina Biawak (ICQS Biawak) di Lundu, Sarawak ke PLBN Aruk di Sambas, Kalimatan Barat.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kuching terus berkomitmen untuk melindungi dan membantu para korban perdagangan orang, serta meningkatkan kerja sama penanganan TPPO dengan para pemangku kepentingan di wilayah akreditasi.

Marlia merupakan warga Desa Semanga, Kecamatan, Sejangkung, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, yang masuk Malaysia sejak 2004. Marlia yang dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga di Bintulu lebih dari 15 hingga 17 tahun itu tidak diberikan gaji dan tidak diperbolehkan pulang ke Indonesia oleh majikan.

Terungkapnya kasus Marlia berawal dari laporan Kepala Desa Semanga Mirdan, yang merupakan ayah Marlia. Mardin mengatakan keluarga tidak pernah mendapatkan kabar dari anaknya itu sejak 2004 lalu.

Marlia berhasil melarikan diri dari rumah majikan karena ingin pulang ke Indonesia setelah belasan tahun ditahan dan tidak diperbolehkan pulang ke Indonesia.

Menurut Konjen Sigit, berkat bantuan seorang warga Malaysia, akhirnya ayah Marlia mengetahui keberadaan anaknya.

Dari laporan tersebut, KJRI melakukan penelusuran pada 12 Juni 2023. Tim KJRI Kuching berhasil menemukan Marlia di rumah salah satu warga Malaysia yang membantu dan mencoba mencari informasi keluarga Marlia.

Baca juga: KJRI Kuching memonitor kasus pekerja migran asal NTB tertembak di Miri
Baca juga: DAMRI Kembangkan Angkutan Lintas Batas Negara Rute Pontianak – Kuching

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024