Jakarta (ANTARA) - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk fokus pada case building (membangun kasus) dan mengurangi porsi operasi tangkap tangan (OTT) dalam menangani perkara korupsi.
"Saya dukung penuh kalau KPK sekarang akan bergeser menggunakan metode membangun kasus karena dengan itulah nanti konsepnya korupsi besar yang akan disasar," kata Boyamin saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Dia memahami bahwa case building membutuhkan kerja keras, namun nilai perkara korupsi tersebut berpotensi lebih besar karena korupsinya sudah terjadi dan bisa membongkar perkara dengan nilai kerugian negara yang tinggi.
Menurutnya dalam operasi tangkap tangan yang terjadi adalah mengincar orang menyuap dan ada potensi untuk gagal karena orangnya tidak jadi memberi suap atau pihak yang diincar berhasil lolos.
"Selama ini saya mengkritik KPK hanya perkara kecil, paling besar ratusan miliar bahkan hanya Rp100 juta, Rp300 juta dalam kasus di Jawa Timur yang kepala desa menyalurkan ke bupati hanya Rp300 juta," ujarnya.
Sementara, kata Boyamin, Kejaksaan Agung dengan metode membangun kasus bisa membongkar korupsi Jiwasraya bernilai Rp20 triliun, Asabri Rp18 triliun, minyak goreng langka mahal Rp5 triliun, kemudian kebun sawit sampai level triliunan, terakhir timah itu sampai 300 sekian triliun," kata Boyamin.
Lebih lanjur Boyamin juga bicara soal pencegahan korupsi yang menjadi salah satu fungsi dan tugas KPK. Salah satunya adalah dengan mendorong pemerintah untuk membangun tata kelola yang baik dan transparan.
"Jangan hanya penindakan, KPK juga harus mampu mencegah korupsi dengan memaksa pemerintah untuk tata kelola yang baik, uang masuk tidak bocor, uang keluar tidak bocor. Itu yang utama," tuturnya.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika mengatakan komisi antirasuah kini akan fokus pada case building dan mengurangi porsi operasi tangkap tangan (OTT) dalam menangani perkara korupsi.
"KPK saat ini fokus penanganan perkaranya itu sudah bukan bergeser. Akan tetapi, kami berfokus pada case building yang berfokus pada kerugian negara yang besar," kata Tessa dalam akun Instagram resmi KPK, Sabtu.
Tessa mengatakan bahwa saat KPK pertama kali dibentuk operasi tangkap tangan menjadi senjata andalan komisi antirasuah dalam memburu para pelaku korupsi.
OTT menjadi andalan karena proses hukum melalui metode tersebut bisa dirampungkan dalam waktu singkat.
"Kalau dahulu branding KPK adalah tangkap tangan. Kenapa? Karena pada saat KPK berdiri itu hanya tangkap tangan yang mudah karena tangkap tangan itu cenderung mudah, ada informasi, ada pemberi, ada penerima, ada barang bukti, langsung ditangkap, selesai," ujarnya.
Namun, metode tersebut bukan tanpa kekurangan, kekurangan metode tangkap tangan dibanding dengan pengembangan kasus adalah soal nilai aset yang diselamatkan.
"Dalam jangka panjangnya tentunya, kami menginginkan adanya penyelamatan aset yang lebih besar. Untuk penyelamatan aset ini, ada di ranah pengadaan biasanya. Pengadaan yang sifatnya atau yang jumlahnya tentunya sampai triliunan rupiah, dan ini tidak bisa atau penanganannya bukan lagi tangkap tangan," kata Tessa.
Tessa menegaskan bahwa KPK tidak akan sepenuhnya berpaling dari metode tangkap tangan. Apabila ada kasus korupsi yang masuk radar, KPK tidak akan tinggal diam dan bisa saja melakukan tangkap tangan.
"Walau mungkin tangkap tangan tidak menjadi fokus, masih tetap bisa dilakukan," ujarnya.
Baca juga: KPK fokuskan pemberantasan korupsi dengan membangun kasus
Baca juga: Eks penyidik KPK yakin Prabowo bisa tingkatkan Indeks Persepsi Korupsi
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024