Jadi, kita tinggal misal selama satu bulan di wilayah adat kemudian kita keluar dengan hasil karya yang menggugah
Jakarta (ANTARA) - Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR-ABS) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Herry Jogaswara meminta para periset bisa menghasilkan karya sastra yang lebih menggugah dengan melakukan penelitian ke berbagai wilayah adat lebih lama.
“Kalau bisa, peneliti disuruh selama satu bulan masuk ke Badui atau wilayah adat lainnya. Dan keluar jangan pernah (hanya) menjadi scopus. Tapi kemudian mereka menghasilkan karya sastra yang menggugah baik itu puisi, cerpen, novel, atau tulisan yang dapat diterbitkan di BRIN,” kata Herry Jogaswara pada saat kegiatan seminar “Senja Purna di Era Digital: Paradigma" secara daring yang dipantau di Jakarta, Senin.
Ia mengaku geram melihat hasil karya sastra yang ada di BRIN saat ini yang dinilai masih belum bisa menggugah.
Baca juga: BRIN: Riset sastra dan bahasa bisa didanai lewat skema RIIM ekspedisi
Baca juga: BRIN sebut sastra hijau bentuk keberpihakan penulis pada lingkungan
Ia menjelaskan, nerbagai karya sastra tidak hanya melulu mengenai adat dan istiadat yang ada di berbagai wilayah di Indonesia. Berbagai divisi yang ada di BRIN juga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan hasil karya sastra yang cukup menarik.
Dirinya mencontohkan misal saja bagaimana seorang peneliti sastra dapat menghasilkan dari berbagai keresahan dari teknologi nuklir, penolakan terhadap nuklir, bahkan sastra berkaitan mengenai virus yang juga bisa dimanfaatkan sebagai karya sastra yang luar biasa.
“Ada banyak hal lain yang yang kita jangan hanya jadi slogan interdisipliner, tapi betul-betul kita lakukan berjejaring dengan banyak hal,” tutur dia.
Baca juga: Nadiem: Peserta didik kini dapat gali Pancasila lewat sastra dan film
Baca juga: Jambore Sastra Asia Tenggara digelar di Banyuwangi
Baca juga: Teknologi AI jadi bahasan di Pameran Buku Frankfurt
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024