Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pengawas Pemilu RI Muhammad mengaku sempat dilempar pembalut oleh seorang warga Negara Indonesia dalam pemungutan suara Pilpres 2014 di Victoria Park, Hong Kong, Minggu (6/7).

"Kami melakukan negosiasi karena mereka melemparkan pembalut wanita ke arah kami. Jadi, sebenarnya tidak ada massa, hanya satu, dua orang (oknum) saja," kata Muhammad saat jumpa pers di Gedung KPU Pusat di Jakarta, Senin malam (7/7).

Menurutnya, aksi sejumlah pemilih yang mayoritas adalah buruh migran tersebut berlebihan.

Bahkan, jumlah pemilih yang melancarkan aksi protes sebagian adalah mereka yang sudah menggunakan hak pilihnya.

"Setelah dilakukan negoisasi, sebagian besar yang datang itu sudah nyoblos karena hampir sebagian besar sudah ada penanda. Mereka bilang hanya membantu rekan mereka yang belum nyoblos," jelas Muhammad.

Muhammad beserta dua Komisioner KPU Pusat, Sigit Pamungkas dan Juri Ardiantoro, berada di Hong Kong pada Minggu untuk memantau pelaksanaan pemungutan suara di sana.

Namun, di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) yang berada di Victoria Park terjadi aksi protes karena TPSLN sudah ditutup.

Juri Ardiantoro menjelaskan bahwa penutupan TPSLN tersebut dilakukan karena masa pemungutan suara sudah berakhir sesuai dengan izin yang diberikan oleh Pemerintah setempat.

"PPLN telah memberitahukan kepada pemilih di Hong Kong untuk menggunakan hak pilihnya pada 6 Juli 2014 pukul 09.00-17.00 waktu setempat. Mereka yang protes itu datang setelah TPSLN ditutup pada pukul 17.15 waktu setempat," jelas Juri.

Seperti yang beredar dalam video jejaring sosial, tampak ratusan warga negara Indonesia pemilih melancarkan aksi protes karena merasa dihalangi-halangi untuk menggunakan hak pilih pada hari pemungutan suara di Hong Kong.

Para WNI tersebut protes karena ketika mereka tiba setelah pukul 17.00 waktu setempat, yang artinya sebanyak 13 TPSLN di Victoria Park sudah ditutup.

Mereka meneriakkan kalimat-kalimat bernada protes dan seringkali menyebutkan nama salah satu calon presiden, padahal seharusnya aksi berbentuk kampanye tersebut tidak boleh dilakukan pada hari tenang maupun pemungutan suara.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014