Semua konsep surat itu berasal dari arahan Pak Budi Said
Jakarta (ANTARA) - Saksi kasus dugaan korupsi jual beli emas Antam, Eksi Anggraeni, menyebutkan klaim kekurangan emas Antam oleh terdakwa Budi Said merupakan hasil rekayasa lantaran diminta dan didesain oleh Budi Said sendiri.
Eksi, yang merupakan penghubung atau broker dalam transaksi pembelian emas Budi Said, mengungkapkan surat keterangan kekurangan serah emas sebanyak 1.136 kilogram (kg) dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 Antam dibuat atas permintaan Budi Said melalui telepon.
"Semua konsep surat itu berasal dari arahan Pak Budi Said," ujar Eksi dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa.
Pada sekitar bulan Oktober atau November 2018, dia bercerita bahwa sempat dihubungi oleh Budi Said untuk mendokumentasikan semua transaksi pembelian emas di PT Antam Tbk., termasuk tanggal pembelian, jumlah dana yang disetor ke rekening Antam, nomor faktur, dan waktu penyerahan barang. Semua perhitungan itu diarahkan oleh Budi Said
Setelah konsep surat disusun, ia mengaku mendatangi BELM Surabaya 01 untuk meminta surat keterangan tersebut kepada Kepala BELM Surabaya 01 Antam Endang Kumoro. Namun, saat itu Endang sedang menunaikan ibadah umrah.
Eksi kemudian menemui seorang pejabat di butik, Ahmad Purwanto dan pegawai administrasi BELM, Misdianto. Permintaan surat keterangan dari Budi Said pun disampaikan kepada Purwanto, dengan Eksi mengonfirmasi bahwa surat tersebut memang permintaan Budi Said.
Usai surat selesai dibuat, dia mengaku menyerahkannya ke rumah Budi Said, tetapi Budi Said menolak karena surat tersebut tidak ditandatangani oleh Endang.
Setelah Endang pulang dari umrah, Eksi pun kembali ke butik untuk meminta surat yang sama dengan tanda tangan Endang. "Setelah saya serahkan, Pak Budi Said bilang ini benar bu," ungkapnya.
Dalam persidangan, jaksa turut menunjukkan surat dengan tanggal 16 November 2018 yang menyebutkan harga emas Rp505 juta per kg. Eksi menyatakan harga tersebut sesuai dengan informasi dari dirinya kepada Budi, meski harga resmi Antam pada 2018 berkisar Rp590 juta per kg.
Saat jaksa menanyakan keabsahan surat itu, Eksi mengaku harga di surat itu memang tidak sesuai dengan harga resmi Antam yang tertera di faktur. Eksi menambahkan, catatan pembayaran itu pun tidak sesuai dengan tanggal di faktur karena dia menuliskan-nya berdasarkan instruksi Budi Said.
Terungkap pula dalam persidangan bahwa surat keterangan tersebut digunakan oleh Budi Said sebagai dasar untuk mengajukan gugatan perdata terhadap Antam dengan dalih kekurangan serah emas sebanyak 1.136 kg.
Budi mengklaim telah melakukan pembayaran sebesar Rp3,59 triliun untuk pembelian emas seberat 7.071 kg, namun hanya menerima 5.935 kg. Padahal berdasarkan faktur resmi yang diterbitkan Antam, tidak ada kekurangan serah emas seperti yang dituduhkan oleh Budi Said.
Eksi bersaksi dalam kasus dugaan korupsi jual beli logam mulia emas Antam yang menyeret pengusaha Budi Said, yang dikenal sebagai crazy rich atau orang superkaya di Surabaya dan mantan General Manager (GM) Antam Abdul Hadi Aviciena sebagai terdakwa.
Dalam kasus itu, Budi Said didakwa melakukan korupsi dengan menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp35,07 miliar, yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun.
Baca juga: Ahli sebut kongkalikong pembelian emas Antam berpotensi terbukti
Baca juga: Saksi sebut transaksi pembelian emas Budi Said tak sesuai SOP Antam
Baca juga: Saksi: CCTV di Butik Antam baru dipasang sehari, langsung dilepas
Selain itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas Antam dari Antam kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Tak hanya didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsinya, antara lain dengan menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.
Atas perbuatannya, Budi Said disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Abdul didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp92,25 miliar dalam kasus dugaan korupsi jual beli logam mulia emas lantaran tidak memonitor pelaksanaan opname stok dari kantor Pulogadung pada 2018.
Padahal, opname stok wajib dilaksanakan secara berkala per triwulan pada semua Butik Antam, termasuk pada BELM Surabaya 01, yang pada tahun 2018 sedang mengalami peningkatan angka penjualan emas yang besar.
Dengan demikian, perbuatan Abdul diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024