Jakarta (ANTARA) - Indonesia masih mencetak prestasi gemilang dengan catatan neraca perdagangan yang surplus selama 53 bulan secara beruntun sejak Mei 2020. Namun, bersyukur saja tidak akan cukup untuk menjaga tren ini tetap stabil, bahkan seharusnya malah lebih melejit.
​​​​​​
Kondisi surplus pada September 2024 ini masih ditopang oleh komoditas nonmigas sebesar 4,62 miliar dolar AS, yang sebagian besar didorong oleh ekspor mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesoris, alas kaki, bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati, hingga besi dan baja.

Komoditas tersebut jelas didominasi oleh perdagangan barang. Padahal, tren perdagangan dunia saat ini mulai mengalami perubahan menuju jual-beli di sektor jasa.

Oleh karena itu, Indonesia pun harus mulai bergerak ke sana, jika ingin mempertahankan atau meningkatkan neraca perdagangan yang terus berada di jalur surplus.


Peluang ekspor

Perdagangan jasa, terutama ekspor jasa, merupakan layanan yang mencakup bidang telekomunikasi, transportasi, konstruksi, bisnis, informatika, pariwisata, komunikasi, asuransi, layanan pribadi maupun Pemerintah, hingga industri kreatif.

Perihal perdagangan jasa, Indonesia mungkin masih jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Berdasarkan data ASEAN Statistical Highlights 2023, Singapura menduduki peringkat pertama di ASEAN dengan nilai ekspor jasa sebesar 291,20 miliar dolar AS.

Urutan kedua ditempati oleh Filipina dengan nilai ekspor jasa sebesar 41 miliar dolar AS. Thailand berada di peringkat ketiga dengan nilai 39, 54 miliar dolar AS, dan Vietnam di posisi keempat dengan menghasilkan 31,88 miliar dolar AS.

Malaysia berada di urutan kelima dengan nilai 31,88 miliar dolar AS dan Indonesia di peringkat keenam dengan menghasilkan 23,37 miliar dolar AS.

Sementara itu, perdagangan jasa di China mengalami pertumbuhan pesat dalam delapan bulan pertama 2024, yang meliputi peningkatan drastis dalam perdagangan jasa di bidang perjalanan wisata.

Nilai perdagangan jasa negara itu mencapai hampir 4,89 triliun yuan (1 yuan = Rp2.213) atau 691,24 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.658) pada periode Januari--Agustus, naik 14,3 persen secara tahunan (year on year/yoy), menurut Kementerian Perdagangan China.

Ekspor jasa menembus angka 2 triliun yuan, naik 13,3 persen, dan impor jasa melonjak 15,1 persen menjadi lebih dari 2,88 triliun yuan, menghasilkan defisit senilai 874,88 miliar yuan.

Perdagangan jasa yang berkaitan dengan perjalanan wisata meroket 45 persen hingga melampaui 1,33 triliun yuan, sementara perdagangan jasa padat pengetahuan (knowledge-intensive services) meningkat 4,4 persen menjadi hampir 1,9 triliun yuan.

Data-data tersebut bisa menjadi rujukan bagi Pemerintah untuk mulai mengoptimalkan perdagangan jasa, bila ingin meningkatkan nilai ekspor sekaligus memperluas pasar global.

Indonesia harus bersiap dengan strategi baru, tak hanya perdagangan barang yang diperluas cakupan wilayahnya, namun perdagangan jasa juga perlu untuk dilirik peluangnya.

"Strategi perdagangan juga mesti bergerak, dari hanya fokus ekspor-impor barang, mesti bergerak ke jasa juga," ujar ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian.

Beberapa sektor jasa di masa depan yang bisa dikembangkan, antara lain, IT, jasa kreatif, jasa ritel, jasa bisnis, jasa konstruksi, jasa digital, dan jasa transportasi laut.

Selain itu, hasil kajian dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD), yang merupakan kerja sama antara Kementerian Perdagangan RI dengan Direktorat Perdagangan dan Pertanian, menyebut bahwa sektor jasa, termasuk telekomunikasi, transportasi, dan keuangan, akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Laporan tersebut juga menekankan pentingnya percepatan reformasi dan liberalisasi di sektor-sektor ini untuk mendorong investasi, meningkatkan produktivitas, serta memanfaatkan momentum pertumbuhan perdagangan digital melalui kebijakan dan regulasi yang mendukung.

Hasil studi ini memberikan rekomendasi yang konkret untuk memperkuat daya saing sektor jasa di Indonesia, yang berguna untuk mengidentifikasi potensi, tantangan, dan peluang sektor jasa tanah air.

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024