Ankara (ANTARA) - Penurunan harga dan peningkatan potensi investasi telah memicu pemulihan pasar perumahan di Turki di tengah perbaikan indikator ekonomi negara tersebut, demikian disampaikan beberapa pelaku industri tersebut.
Pada September, sebanyak 141.000 properti tempat tinggal terjual di Turki, mencatatkan kenaikan 37 persen secara tahunan (year on year/yoy) sekaligus penjualan rumah tertinggi sejak akhir 2022, tunjuk data yang dirilis oleh Institut Statistik Turki (TurkStat) pada 17 Oktober.
Peningkatan penjualan itu sebagian diyakini didorong oleh pasar properti yang makin terjangkau.
"Jelas ada peningkatan minat dalam pembelian rumah karena harga telah turun ke tingkat yang realistis," ungkap Can Ertam, seorang agen real estat yang berbasis di Ankara, kepada Xinhua.
Dia mengatakan konsumen semakin bersemangat mencari unit perumahan yang terjangkau saat harga sewa terus melonjak setelah dicabutnya batas harga sewa oleh pemerintah.
"Rumah dengan harga rendah menjadi yang paling banyak dicari saat ini oleh klien yang ingin terhindar dari krisis sewa atau memiliki rumah untuk tujuan investasi," imbuh Ertam.
Agen tersebut menyebutkan bahwa Istanbul, khususnya, masih menjadi lokasi andalan untuk investasi real estat tempat tinggal maupun komersial karena nilai budaya dan ekonominya yang penting.
Sementara itu, sektor real estat, terutama di Istanbul dan daerah-daerah resor seperti Antalya di sepanjang Mediterania, menarik investasi asing yang signifikan.
Selain itu, kebijakan promosi pemerintah, seperti menawarkan kewarganegaraan kepada pembeli asing, makin menggenjot tren ini, membawa mata uang asing yang sangat dibutuhkan untuk ekonomi yang sedang terpuruk.
Sektor konstruksi dan real estat merupakan komponen penting dalam ekonomi Turki, menyumbang sekitar 8 hingga 10 persen pada produk domestik bruto (PDB).
Industri perumahan dan konstruksi juga membantu mendukung sektor-sektor lain, seperti manufaktur, retail, dan jasa, serta menyediakan banyak lapangan pekerjaan, mempekerjakan hampir tujuh persen dari populasi usia kerja, papar data dari TurkStat yang dipublikasikan pada Januari.
Meski penjualan rumah kian meningkat, akses kredit yang terbatas masih menjadi masalah bagi warga biasa, kata Atilla Yesilada, seorang ekonom yang berbasis di Istanbul, kepada Xinhua.
"Suku bunga pinjaman cukup tinggi karena kebijakan moneter saat ini, dan bank hanya menawarkan persentase kecil dari nilai properti," ujar Yesilada.
Analis itu menekankan bahwa biaya pinjaman harus diturunkan secara sesuai agar warga biasa dapat memasuki pasar perumahan dan memiliki properti tempat tinggal.
Untuk meredam inflasi yang tak terkendali dan masalah keuangan, pemerintah Turkiye memperkenalkan sebuah program disinflasi yang disertai kenaikan suku bunga pada pertengahan tahun lalu.
Dari Juni 2023 hingga Maret tahun ini, bank sentral Turki meningkatkan suku bunga acuannya dari 8,5 persen menjadi 50 persen untuk mengetatkan kebijakan moneter dan tidak mengubah suku bunga tersebut sejak Maret agar pengetatan ini dapat memberikan dampak.
Menurut data resmi yang dirilis pada awal Oktober, tingkat inflasi tahunan Turki melambat menjadi 49,38 persen pada September, menandai pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir inflasi turun di bawah tingkat suku bunga acuan.
Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2024