Tidak hanya untuk mewujudkan sektor industri yang berdaya saing, tapi juga industri yang menggunakan sebanyak-banyaknya produk lokal, sebanyak-banyaknya SDM lokal
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan pertemuan dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy guna membahas arah kebijakan industrialisasi, sehingga manufaktur menjadi sektor penggerak utama pemajuan ekonomi nasional.

Pertemuan yang dilakukan di Kantor Bappenas, Jakarta, Jumat itu berfokus pada arah kebijakan industrialisasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045, serta Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029.

Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 90 menit tersebut, Menperin menyampaikan tiga hal pokok kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas.

Pertama, mengenai rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang gas bumi untuk kebutuhan domestik. Ia menjelaskan, RPP tersebut telah disetujui dalam rapat terbatas oleh Presiden Joko Widodo bulan Juli lalu. RPP tersebut nantinya tidak hanya mengatur kebutuhan gas untuk manufaktur, tapi juga untuk energi dan kelistrikan.

Selain itu, RPP ini juga bisa menjadi game changer bagi kawasan-kawasan industri, karena nantinya dapat mengimpor gas untuk mengelola kebutuhan sektor manufaktur dan energi di kawasan.

“Kami meminta dukungan Bapak Menteri PPN agar RPP ini bisa segera terwujud,” kata Menperin.

Hal kedua yang disampaikan oleh Menperin adalah mengenai penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) yang perlu diubah metodologinya. Menurut Agus, terdapat beberapa Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang seharusnya diampu oleh Kemenperin, namun saat ini diampu di sektor lain.

Ia mencontohkan kawasan industri yang masuk di sektor properti, juga subsektor perbengkelan yang masuk ke sektor perdagangan. Oleh karena itu Menperin mengharapkan, Menteri PPN/Kepala Bappenas bisa memfasilitasi KBLI yang memang saat ini mendapat pembinaan dari Kemenperin dapat masuk dalam penghitungan PDB sektor industri.

Selanjutnya, topik ketiga yang disampaikan yakni upaya Kemenperin untuk menciptakan nilai tambah yang besar melalui industri manufaktur berbasis sumber daya alam maupun mineral.

Menperin memberikan masukan beberapa komoditas yang rencana pengembangannya perlu dimasukkan ke RPJMN. Beberapa di antaranya adalah sagu, minyak atsiri, rotan, serta silika yang berpotensi besar untuk pengembangan industri fotovoltaik. Meski demikian, Menperin mengaku realistis bahwa tidak semua komoditas bisa menjadi prioritas dalam RPJMN.

Menanggapi hal itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas mengatakan bahwa dirinya berusaha menampung aspirasi untuk merancang kebijakan dalam pengembangan sektor industri manufaktur.

Ia menyampaikan, konsep pohon industri yang berusaha diisi oleh Kementerian Perindustrian dapat membangun industri dari hulu hingga hilir.

“Tanpa huluisasi yang baik, tidak ada hilirisasi yang berdaya saing dan bernilai tambah,” ujarnya.

Terkait energi, Menteri PPN/Kepala Bappenas berpendapat bahwa tidak ada alasan biaya energi di Indonesia jadi lebih mahal dibandingkan negara lain. Karenanya, diperlukan perencanaan kebijakan yang baik, itu karena regulasi energi tidak hanya berpengaruh pada industri manufaktur yang selama ini jadi penopang, tapi termasuk juga ke sektor lainnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas menyampaikan, melalui pertemuan ini, diharapkan sinergi antar kementerian bisa terjalin, dan berujung pada keberpihakan yang menjadi perhatian penuh Presiden Prabowo Subianto.

“Tidak hanya untuk mewujudkan sektor industri yang berdaya saing, tapi juga industri yang menggunakan sebanyak-banyaknya produk lokal, sebanyak-banyaknya SDM lokal, dan memaksimalkan comparative advantage yang kita punya,” katanya.


Baca juga: Bappenas akan dorong 5 sektor industri di pemerintahan Prabowo-Gibran
Baca juga: Insentif dan industrialisasi dinilai bisa bangkitkan sektor otomotif
Baca juga: Erick: Industrialisasi penting demi kemandirian ekonomi bangsa

Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024