Beijing (ANTARA) - Satelit astronomi Einstein Probe (EP) milik China, yang dikirim ke luar angkasa pada Januari tahun ini, telah memperoleh sejumlah temuan awal, termasuk sebuah fenomena transien misterius yang tidak biasa. Hal tersebut dapat membantu pemahaman lebih lanjut mengenai alam semesta dan proses fisika ekstrem.
Terinspirasi dari fungsi mata lobster, EP menggunakan teknologi baru pendeteksi sinar-X untuk mengamati fenomena transien di alam semesta yang berkedip seperti kembang api, guna mengungkap lebih banyak tentang sisi kosmos yang intens dan belum banyak diketahui ini.
Dalam tahap uji coba, kinerja satelit tersebut melampaui ekspektasi desainnya. Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS) mengumumkan hasil awal itu pada Kamis (31/10), termasuk temuan berbagai jenis peristiwa transien.
Satelit itu memiliki nama lain, yaitu "Tianguan," untuk memperingati pengamatan dan pendokumentasian supernova SN1054 yang terkenal oleh masyarakat China kuno pada 1054 M. Pencapaian ilmiah pada masa Dinasti Song (960-1279) ini merupakan contoh awal kontribusi China terhadap pemahaman manusia tentang alam semesta. Supernova tersebut teramati di wilayah "Tianguan" dalam sistem rasi bintang China kuno, sehingga dinamai "bintang tamu Tianguan".
Masyarakat China kuno menggunakan istilah "bintang tamu" untuk menyebut peristiwa-peristiwa transien, yang sebagian besar berupa nova dan supernova yang cukup terang hingga dapat dilihat dengan mata telanjang pada masa itu. Sisa-sisa supernova itu kemudian berevolusi menjadi Nebula Kepiting (Crab Nebula) yang terkenal.
Selama tahap uji coba dan operasi awal, EP mendeteksi 60 peristiwa transien yang terkonfirmasi dan masih banyak kandidat peristiwa lainnya, termasuk bintang, katai putih, bintang neutron, lubang hitam, supernova, dan semburan sinar gamma.
Di Bima Sakti, satelit tersebut telah menemukan sejumlah sumber transien baru, salah satunya adalah sistem biner sinar-X baru, yang kemungkinan merupakan sebuah lubang hitam bermassa bintang atau bintang neutron, yang diberi nama EP240904a.
Sejauh ini, sumber transien terjauh yang terdeteksi oleh EP adalah semburan sinar gamma, yang diberi kode EP240315a, yang jaraknya 25,6 miliar tahun cahaya.
Temuan ini menunjukkan kemampuan satelit tersebut dalam mendeteksi semburan sinar gamma dari alam semesta awal yang jauh, sehingga memberikan perspektif baru untuk memahami lebih jauh tentang proses fisik keruntuhan bintang yang mengarah pada pembentukan lubang hitam dan jet relativistik (relativistic jets), ujar Yuan Weimin, peneliti utama dalam misi EP sekaligus peneliti di Observatorium Astronomi Nasional China yang dinaungi CAS.
Penelitian itu dipimpin oleh tim sains EP, yang bekerja sama dengan sejumlah fasilitas antariksa maupun fasilitas yang berbasis di Bumi serta melibatkan banyak ilmuwan internasional dari berbagai negara dan lembaga.
Pada 8 April, EP mendeteksi sebuah peristiwa transien, dengan kode EP240408a, dan merekam suar sinar-X yang sangat intens dari peristiwa tersebut, yang kecerahannya meningkat 300 kali lipat dan hanya berlangsung selama 12 detik. Emisi sinar-X dari sumber ini menghilang sekitar 10 hari kemudian.
Fenomena yang tidak biasa tersebut, serta ciri-ciri radiasi aneh lain yang menyertainya, tidak sesuai dengan jenis peristiwa transien yang telah diketahui sebelumnya, yang mengindikasikan bahwa temuan ini mungkin mewakili suatu golongan sumber transien yang belum diketahui, kata Yuan.
Temuan tersebut telah dipublikasikan dalam edisi terbaru dari jurnal akademis China, SCIENCE CHINA: Physics, Mechanics & Astronomy.
"Signifikansi terbesar dari hasil awal EP itu adalah demonstrasi kemampuan EP untuk menangkap dan mempelajari peristiwa-peristiwa kosmis yang berlangsung singkat. Hal ini akan memberi kita wawasan baru untuk memahami hukum fisika dalam kondisi ekstrem yang mengatur proses di dalam peristiwa-peristiwa kosmis intens tersebut serta pembentukan bintang-bintang pertama dan lubang hitam," ujar Yuan.
Misi EP merupakan salah satu dari serangkaian misi ilmu antariksa yang dipimpin oleh CAS. Misi ini juga merupakan misi kolaborasi internasional dengan kontribusi dari Badan Antariksa Eropa (European Space Agency/ESA), Max Planck Institute for Extraterrestrial Physics (MPE) di Jerman, dan badan antariksa Prancis CNES.
"EP telah membuka sebuah jendela baru untuk mengamati alam semesta sinar-X yang dinamis," kata Dr. Erik Kuulkers, ilmuwan proyek EP dari ESA.
EP memiliki dua instrumen ilmiah, yakni sebuah teleskop sinar-X medan lebar (wide-field X-ray telescope/WXT) untuk memantau panorama langit sinar-X, dan sebuah teleskop sinar-X lanjutan (follow-up X-ray telescope/FXT) untuk memberikan pandangan jarak dekat dan menentukan sumber-sumber transien yang ditangkap oleh WXT.
EP telah membuktikan pentingnya pemantauan medan lebar terhadap langit sinar-X. Kemampuan survei dan penindaklanjutan yang dimiliki satelit EP telah memungkinkan penemuan berbagai fenomena transien sinar-X baru dan pemantauan rutin terhadap sumber-sumber yang telah diketahui.
Temuan-temuan EP tersebut menunjukkan bahwa EP telah memberikan dampak besar bagi ilmu pengetahuan, kata Paul O'Brien, kepala jurusan Astrofisika di Fakultas Fisika dan Astronomi di Universitas Leicester.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024