Tripoli (ANTARA News) - Bentrokan bersenjata terjadi di bandar udara internasional Libya di Tripoli pada Minggu pagi (13/7), menewaskan sembilan orang dan melukai 25 orang lagi, kata seorang pejabat Kementerian Kesehatan.

Beberapa sumber mengatakan pertempuran terjadi antara anggota kelompok bersenjata dan milisi dari Kota Zintan di Libya Baratdaya. Kedua pihak mengaku di jejaring sosial mereka bahwa mereka telah menguasai bandar udara penting.

Menurut seorang warga lokal yang tinggal di bagian selatan ibu kota tersebut, suara baku-tembak sengit terdengar sepanjang hari. Beberapa saksi mata mengatakan kendaraan yang dipasangi senjata anti-pesawat bergegas ke jalan yang berdekatan.

Media setempat juga melaporkan granat berpeluncur roket jatuh di landasan pacu, sehingga mengganggu penerbangan domestik dan internasional.

British Airlines, Egypt Air, Tunisair dan Turkish Airways membatalkan penerbangan mereka dari dan ke bandar udara itu, sementara Libyan Afriqiyah Airways telah mengalihkan semua penerbangan yang tiba di Tripoli ke Misrata.

Lembaga Penerbangan Sipil menghentikan semua penerbangan ke Tripoli selama tiga hari belakangan dan akan mengirim tim untuk memantau situasi, dan menyatakan suasana masih rentan.

Media lokal melaporkan gerilyawan fanatik, termasuk Tameng Libya Tengah, Brigade Marsa Misrata, Hateen, Ruang Operasi Revolusioner Libya dan Infantri Ke-27 mengepung bandar udara tersebut dengan mengerahkan senjata berat.

Bandar Udara Tripoli, bandar udara paling sibuk di Libya, telah dikuasai oleh milisi sekuler Zintan sejak protes 2011, yang membuat negeri itu menghadapi kevakuman kekuasaan politik dan militer setelah Muammar Gaddafi digulingkan.

Kelompok gerilyawan fanatik, sebagian berafiliasi kepada pemerintah, menyatakan tujuan mereka adalah mengusir semua milisi dari Ibu Kota Libya, Tripoli, dalam operasi militer yang diberi nama "Libya Dawn".

Namun Pemerintah Libya pada Minggu sore mengeluarkan pernyataan dan mengutuk tindakan tersebut sebagai tidak sah.

Seorang juru bicara Pemerintah Libya menyatakan pemerintah tidak memerintahkan kelompok fanatik untuk melakukan operasi tersebut, malah menyeru kedua pihak agar menahan diri. Ia menambahkan pemerintah sedang berusaha melindungi warga sipil dari bentrokan.

Libya telah menyaksikan peningkatan drastis kerusuhan dan ketidakstabilan sejak jatuhnya pemerintah Gaddafi. Pemerintah sentral Libya, yang lemah, telah gagal menguasai milisi dan kelompok bekas gerilyawan, banyak di antara mereka sekarang beroperasi tanpa ada hukuman.

(Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014