Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Informasi (KI) DKI Jakarta Luqman Hakim Arifin mengatakan bahwa edukasi terkait keterbukaan informasi publik (KIP) penting sebab hal tersebut merupakan hak setiap warga.

Luqman di Jakarta, Senin, menjelaskan bahwa tujuan dari keterbukaan informasi publik adalah menjamin hak mengakses informasi dari publik ke badan publik.

"Karena mereka (badan publik) memakai uang rakyat, maka hak kita sebagai publik untuk bisa mengakses informasi publik," katanya.

Luqman menjelaskan bahwa menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), badan publik merupakan semua lembaga institusi serta organisasi pemerintahan yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Masyarakat bisa melakukan permohonan terkait informasi yang ingin didapatkan dari badan publik. Prosedur pertama yang bisa dilakukan masyarakat adalah mengisi formulir permintaan informasi dan melampirkan fotokopi KTP.

Baca juga: KI DKI harap kelurahan sinkronkan aset digital dengan Diskominfotik

Setelah itu, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) akan memeriksa kelengkapan berkas dan memberikan nomor registrasi. Kemudian PPID memberikan jawaban maksimal 10+7 hari kerja, apakah informasi dipenuhi, dipenuhi sebagian atau ditolak.

“Waktu yang diberi berdasarkan undang-undang itu 10 hari. Mungkin, kalau melihat prosesnya, karena banyak badan publik yang belum siap untuk menjalankan UU KIP," katanya.

Jadi pekerjaan besar badan publik adalah menata data yang ada di meja mereka. "Mana informasi yang setiap saat, berkala, serta merta, mana informasi yang dikecualikan," katanya.

Sehingga, lanjut Luqman, tugas PPID adalah harus memilah data dan informasi yang ada di kantor mereka. Apabila ada data tertutup, maka harus dilakukan uji konsekuensi.

Misalnya, data pribadi kesehatan tidak bisa dikeluarkan. Karena itu ada proses memberikan landasan hukum mengapa informasi itu dilarang terbuka ke publik.

"Kalau badan publik tidak mendapatkan informasi yang diminta, maka bisa meminta waktu di hari ke-10 untuk memohon perpanjangan waktu. Setelah 7 hari, dia akan memberikan informasi," katanya.

Baca juga: KI DKI awasi akses informasi publik di debat Pilkada DKI Jakarta

Jika informasi itu tidak memuaskan, maka bisa mengirim surat keberatan atas jawaban tersebut ke badan publik. "Dibatasi waktunya 30 hari kerja," katanya.

Jika masih tidak puas, pemohon dapat mengajukan sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi Pusat dalam waktu 14 hari kerja.

Kendati demikian masyarakat juga perlu memahami bahwa terdapat informasi publik yang memang tidak dapat diberikan oleh badan publik.

Informasi yang tidak dapat diminta adalah terkait informasi yang dapat membahayakan negara, informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan tidak sehat dan informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi.

Selain itu, informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan dan/atau informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024