Data pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menjadi cushion di tengah tingginya volatilitas yang ada saat ini
Jakarta (ANTARA) -
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus alias Nico menyampaikan bahwa data pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan menjadi bantalan di tengah volatilitas pasar saham Indonesia saat ini.

Pada Selasa (05/11) besok, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi atau atau besaran Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode kuartal III-2024.

"Data pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menjadi cushion di tengah tingginya volatilitas yang ada saat ini. Karena, kalau kita perhatikan saat ini tidak ada data ekonomi dalam negeri yang bisa diandalkan untuk menahan tekanan yang ada saat ini," ujar Nico saat dihubungi oleh ANTARA di Jakarta, Senin.

Menurutnya, apabila data pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di estimasi konsensus, maka hal tersebut akan mendorong katalis positif bagi perekonomian nasional.

"Apabila ternyata data pertumbuhan ekonomi keluar di atas estimasi, tentu hal ini akan mendorong katalis positif bagi perekonomian Indonesia, dan akan mendorong capital inflow (dana asing) untuk bisa masuk," ujar Nico.

Dalam kesempatan ini, Nico mengingatkan pelaku pasar untuk memperhatikan Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pada Selasa (05/11) waktu setempat.

Menurutnya, hasil Pilpres AS akan berdampak terhadap ekonomi di tingkat global, termasuk Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Melihat data- data sebelumnya, Ia menyebut bahwa Pilpres AS akan selalu menaikkan volatilitas pasar saham di AS dan global.

"Yang menarik, apabila kita hitung rata rata dari tahun 1964 sampai 2020, setiap US Election berakhir, maka bursa Dow Jones mengalami kenaikan dalam kurun 1 tahun dengan rata rata kenaikan 9,3 persen. Hal ini tentu memberikan sentiment positive bagi pelaku pasar dan investor global, karena juga akan mendorong katalis positif bagi pasar global apalagi kalau yang menang merupakan calon favorit dari pasar," ujar Nico.

Ia menyebut bahwa volatilitas pasar saham akan lebih tinggi apabila Donald Trump memenangkan kontestasi demokrasi tersebut, dibandingkan Kamala Harris.

"Trump dengan kebijakan Make America Great Again, yang mana semua akan mengutamakan AS sebagai porosnya. Tidak salah memang, tapi memiliki dampak negatif bagi perekonomian global. Karena Trump tentu saja akan menjalankan kebijakan proteksionisme. Di satu sisi, Harris jauh lebih calm dan memiliki agenda sendiri seperti Joe Biden sebelumnya. Oleh sebab itu, secara volatilitas, akan jauh lebih tinggi apabila Trump yang menang dibandingkan dengan dengan Harris," ujar Nico.

Baca juga: BRIN terus berupaya tingkatkan PDB di sektor maritim
Baca juga: Ekonom: Kontribusi pariwisata terhadap PDB bisa tembus 5 persen

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024