Jakarta (ANTARA News) - Tradisi menyampaikan ucapan selamat Idul Fitri lewat kartu masih berlanjut,  tidak tergerus kecanggihan teknologi.

Para penjual kartu Lebaran di Jalan Lapangan Banteng, Kantor Pos Pasar Baru Jakarta Pusat pun masih menjajakan dagangannya meski kata mereka pembeli tidak seramai ketika belum ada SMS, email, dan social media.

Amel, salah satu penjual kartu Lebaran, mengatakan dirinya tetap berjualan karena masih ada masyarakat yang menggunakan kartu Lebaran untuk mengikat tali silahturahmi.

Ia mengatakan kartu Lebaran tersebut banyak dibeli oleh perusahaan untuk diberikan kepada rekan bisnis atau karyawan.

"Perusahaan biasanya kasih kartu Lebaran untuk karyawan sekalian dengan THR (tunjangan hari raya)," kata Amel yang ditemui Antara, Kamis.

Dia menjual kartu Lebaran sejak akhir Juni hingga satu hari sebelum Lebaran.

Jika dibandingkan dengan omzet tahun sebelumnya, Amel mengatakan "sama saja". Penjualan kartu Lebaran menurut dia sangat laris sebelum hadir ponsel.

"Kartu Lebaran paling laris terjual tahun 1997, ketika itu dari anak kecil hingga orang tua menggunakan kartu Lebaran," katanya.

Pembeli kartu Lebaran di Jalan Lapangan Banteng memang sebagian besar adalah untuk kepentingan kantor, seperti Nenglen dan Dina yang secara terpisah  membeli puluhan kartu.

Nenglen membeli 96 lembar, dan Dina membeli 50 lembar.

Harga kartu berkisar dari Rp.1000 hingga Rp5.000 tergantung ukuran dan motif.

Menurut Amel, biasa  kartu Lebaran terjual 50 lembar pada 10 hari awal puasa, 50-100 lembar pada 10 hari selanjutnya dan sedangkan 10 hari terakhir puasa bisa hingga 500 lembar.

Zaenal, seorang teknisi di kawasan Kemayoran, merupakan salah satu pembeli yang setiap tahunnya membeli kartu ucapan Lebaran.

Baginya, penyampaian ucapan selamat Idul Fitri lewat kartu merupakan tradisi yang harus dipertahankan. Kartu Lebaran tersebut akan diberikan kepada teman maupun keluarganya yang jauh.

"Selain untuk silahturahmi, saya gunakan kartu Lebaran itu supaya tidak menghilangkan adat. Meskipun teknologi sekarang sudah canggih, tetapi tradisi tetap harus dijaga," katanya.

Yanrupi, anggota instansi militer, siang itu juga  membeli sejumlah kartu Lebaran.
 
"Untuk rekan kerja, paling banyak untuk orang tua di panti jompo. Mereka kan belum tentu bisa pakai ponsel jadi saya gunakan kartu Lebaran. Daripada SMS,  kartu lebih menjalin silahturahmi dan bisa jadi kenang-kenangan," katanya.

Pembeli lainnya, Lulut, warga Cilincing, Jakarta Utara, membeli 10 kartu Lebaran yang kebanyakan bermotif masjid dan ketupat.

"Kalau kirim ucapan dengan SMS kan bisa dihapus. Tetapi kalau ada kartu bisa disimpan untuk kenang-kenangan. Belum tentu semua orang ngerti ''gadget', kalau kartu kan semuanya bisa mengerti," katanya.

Ia mengirim kartu tersebut beserta bingkisan untuk saudara yang tidak dapat dikunjungi.

Kartu Lebaran bermotif masjid dan ketupat menurut Amel memang paling laku, hampir  setengah dari yang dia jual setiap hari.

Pedagang lainnya, Ibrahim, mengaku tetap berjualan kartu Lebaran karena yakin masih ada orang yang menggunakan.

"Kalau pakai kartu Lebaran lebih sopan, praktis dan berkesan daripada SMS," kata Hadi, penjual lainnya.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014