“Saya masih ingat berada di ruangan ini sekitar 2016, kita (ICJR dan Komisi III), menelurkan satu kesepakatan terkait dengan kompensasi tanpa putusan pengadilan,”
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan bahwa Komisi III DPR RI pada periode sebelum-sebelumnya sudah membentuk berbagai aturan progresif, seperti pemberian kompensasi tanpa putusan pengadilan pada revisi Undang-Undang Terorisme.
“Saya masih ingat berada di ruangan ini sekitar 2016, kita (ICJR dan Komisi III), menelurkan satu kesepakatan terkait dengan kompensasi tanpa putusan pengadilan,” ujar Erasmus dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis.
Erasmus menjelaskan bahwasanya pada saat itu, banyak korban terorisme yang tidak dapat mengakses kompensasi karena pelaku terorismenya meninggal.
Akibatnya, para pelaku terorisme tidak dapat diadili, sehingga kompensasi tidak bisa dijatuhkan saat itu.
“Lalu kemudian DPR mengambil inisiatif melakukan revisi Undang-Undang Terorisme,” ucap dia.
Saat itu, tuturnya melanjutkan, revisi Undang-Undang Terorisme yang diajukan oleh Pemerintah tidak menyebutkan kata korban. DPR lantas mengambil inisiatif untuk memasukkan mekanisme pemberian kompensasi kepada korban tanpa putusan pengadilan.
“Hari ini, para korban terorisme akhirnya dapat mengakses kompensasi karena kebijakan yang bapak dan ibu ambil,” kata Erasmus.
Selain itu, ia juga menyinggung soal UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Meskipun undang-undangnya bergulir di Badan Legislasi, kata Erasmus, tetapi beberapa anggota Komisi III DPR RI turut berpartisipasi.
Adapun aturan progresif yang termaktub dalam UU TPKS, menurut Erasmus, adalah lahirnya mekanisme dana bantuan korban atau victim trust fund.
“Kalau dulu korban harus kejar-kejaran dengan pelaku, saat ini kalau pelaku tidak mampu membayar restitusi, restitusinya diambil alih oleh negara,” kata dia.
Langkah tersebut memastikan hadirnya negara dalam sistem peradilan pidana di tanah air.
“Itu salah satu contoh yang luar biasa,” ujar Erasmus.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024