Taiyuan (ANTARA) - Seorang mahasiswi asal Indonesia, yang sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Universitas Shanxi, Devina Hung, tidak pernah menyangka dapat mencicipi buah naga yang manis dan segar hasil budi daya di lahan bekas tambang batu bara terbuka di China utara, sampai akhirnya dia mencobanya sendiri.
Pada akhir musim gugur, Devina memutuskan untuk merasakan langsung transformasi hijau di Provinsi Shanxi, yang merupakan salah satu provinsi penghasil batu bara utama di China. Dia mengunjungi Kota Shuozhou, yang terletak sekitar 40 derajat lintang utara di provinsi tersebut.
Meskipun suhu di luar ruangan turun di bawah nol derajat, Hung merasa seperti berada di kampung halamannya, Jakarta, yang hijau sepanjang tahun, saat dirinya berada di dalam rumah kaca pintar milik ChinaCoal Pingshuo Group Co., Ltd.
"Saya tidak pernah menyangka buah naga segar terasa begitu manis," kata Devina setelah mencicipi buah naga yang baru dipetik dari pohon.
Devina tiba di sebuah titik tinggi di area pertambangan tersebut. Saat memandang sekeliling, yang dilihatnya adalah hamparan pepohonan pinus yang rimbun, diiringi suara serangga dan burung, yang membuat Devina merasa sangat nyaman.
Pengalaman Devina yang luar biasa ini terwujud dari konsep perusahaan tersebut yang telah lama diterapkan, yaitu "pelaksanaan penambangan dan restorasi ekologis secara bersamaan".
Li Chunyu, kapten tim aforestasi dari perusahaan industri ekologis ChinaCoal Pingshuo Group, mengatakan bahwa tanah yang mereka injak itu dulu merupakan sebuah tambang batu bara terbuka. Setelah sumber daya batu bara diekstraksi, lahan tersebut diuruk dan dipulihkan secara ekologis dan kini telah ditanami tanaman asli dari daerah selatan seperti buah naga, markisa, bugenvil, dan anggrek kupu-kupu.
"Shuozhou memiliki keuntungan dari perbedaan suhu yang signifikan antara siang dan malam hari serta sinar matahari yang melimpah sehingga buah-buahan di sini memiliki kandungan gula yang tinggi dan bunga-bunga yang berwarna cerah, yang sangat dicari oleh para konsumen di pasar," Li Chunyu menjelaskan.
Perusahaan itu telah membangun 129 rumah kaca sinar matahari dan 16.000 meter persegi rumah kaca cerdas dengan produksi tahunan mencapai lebih dari 3,2 juta kati (sekitar 1.600 ton) sayuran dan lebih dari 120.000 tanaman anggrek kupu-kupu.
Li Chunyu mengatakan "buah-buahan dari selatan yang tumbuh di utara" dan "bunga-bunga dari selatan yang ditanam di utara" untuk menjelaskan transformasi hijau di area pertambangan itu.
Sebagai salah satu proyek operasi kerja sama China-asing terbesar pada awal reformasi dan keterbukaan China, ChinaCoal Pingshuo Group telah secara ketat mengimplementasikan rencana pengembangan dan pengelolaan tambang. Mereka mengikuti prinsip "penambangan dan restorasi secara bersamaan", yang menekankan pentingnya perlindungan dan kontrol sumber daya.
Proyek itu juga menciptakan sebuah "model Pingshuo" yang dapat dijadikan contoh untuk transformasi hijau kota-kota berbasis sumber daya di seluruh dunia
Menurut laporan, lahan yang direklamasi di area pertambangan tersebut saat ini mencakup 73.000 mu (sekitar 4.867 hektare), dengan area hijau seluas 24.000 mu (sekitar 1.600 hektare) di area sekitarnya. Tingkat cakupan vegetasi di area reklamasi di lahan bekas tambang tersebut mencapai lebih dari 95 persen, yang merupakan hasil dari restorasi ekologis melalui intervensi buatan selama 3-5 tahun dan pemulihan alami setelahnya.
Sebagai seorang administrator ekologis, Li Chunyu menyaksikan secara langsung perubahan ekologis di area pertambangan itu. Lebih dari satu dasawarsa lalu, dia secara pribadi menanam Pinus tabuliformis Carrière kecil, yang sekarang tumbuh bersama dengan pohon-pohon lain yang membentuk hutan ini.
"Kami telah menginvestasikan lebih dari 3 miliar yuan (1 yuan = Rp2.199) dan secara ketat mengimplementasikan pemantauan dan restorasi ekologis tahunan di area pertambangan itu," kata juru bicara perusahaan itu.
Melalui inovasi teknologi, sebuah model produksi dan restorasi terpadu "penambangan-pengangkutan-pembuangan-restorasi" telah terbentuk. Lahan seluas 73.000 mu (sekitar 4.866 hektare) yang telah direkonstruksi telah membentuk sebuah ekosistem lahan yang lebih layak dan efisien dibandingkan dengan bentang alam aslinya sehingga menghasilkan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi yang signifikan.
"Indonesia dan Shanxi menghadapi tantangan serupa dalam hal restorasi ekologis pascapenambangan batu bara. Ada banyak peluang untuk bekerja sama dalam hal ini. Saya berharap kedua belah pihak dapat memperkuat pertukaran dan bersama-sama mewariskan ruang hidup dan pembangunan yang lebih baik bagi generasi mendatang," ujar Devina.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024