Caranya secara rutin berat badan ditimbang, panjang atau tinggi badan diukur dengan alat yang berstandar

Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan dari Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Meta Hanindita, Sp.A(K) mengingatkan agar ibu rumah tangga secara rutin mengevaluasi tumbuh kembang anak untuk mencegah stunting primer yang kasusnya masih ditemukan di Jakarta.

"Caranya secara rutin berat badan ditimbang, panjang atau tinggi badan diukur dengan alat yang berstandar dengan cara yang benar setiap bulan," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Jaksel buat tujuh regulasi untuk percepat penurunan stunting

Meta menjelaskan dengan memantau anak setiap bulan bisa diketahui kondisi normal menurut usia.

Kemudian untuk kewenangan pencegahan primer ini berada pada tingkat kader di posyandu.

"Di posyandu, jika ada anak yang saat diukur dan ditimbang berat badannya atau panjang badannya kurang, atau status gizinya kurang, atau kenaikan berat badannya mulai seret maka harus segera dirujuk ke puskesmas," kata Meta.

Lalu, apabila anak sudah dirujuk ke puskesmas, maka masuk pencegahan sekunder. Menurut Meta, tenaga kesehatan di puskesmas harus mengonfirmasi ulang kondisi anak dengan kembali mengukur tinggi badan, berat badannya.

Baca juga: Posyandu harus berjalan baik sebagai upaya cegah stunting

Apabila dokter di puskesmas menemukan anak mengalami gangguan gizi, maka dia harus mencari penyebab dan mengatasinya.

"Kalau memang diindikasikan (masalah gizi), boleh diterapi nutrisi," kata Meta.

Lalu, bila dalam satu atau dua minggu tidak ada perbaikan di level puskesmas, maka dokter umum harus merujuk sampai ke level rumah sakit umum daerah (RSUD) agar anak ditangani dokter spesialis anak.

"Kalau sudah sampai di spesialis anak itu namanya sudah masuk pencegahan tersier. Ini dilakukan pada anak yang tidak bisa dilakukan penatalaksanaan dengan baik di puskesmas. Dokter yang akan menentukan pendeknya ini stunting atau bukan dengan melakukan pengukuran ulang" jelas dia.

Stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Kendati prevalensinya turun dari 30,8 persen pada tahun 2018 menjadi 21,5 persen pada tahun 2023. Pemerintah Pusat kemudian menargetkan penurunan stunting 18 persen pada 2025.

Baca juga: Jakpus identifikasi risiko dan penanganan kasus stunting

Sementara itu, khusus di Jakarta, data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta memperlihatkan terdapat 36.664 balita menghadapi masalah gizi sepanjang Januari hingga Agustus 2024.

Dari data tersebut, sebanyak 26,74 persen atau 10.340 anak mengalami stunting, lalu 4,24 persen atau 1.638 anak mengalami gizi buruk, kemudian 26,32 persen atau 10.178 anak mengalami gizi kurang, dan sekitar 42,70 persen atau 16.508 anak mengalami berat badan kurang.

Walau begitu, dari 10.340 kasus stunting, sebanyak 5.969 anak sudah membaik dan 4.371 anak masih berjuang mengatasi kondisinya.

Dalam mengurangi masalah stunting, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkolaborasi dengan berbagai pihak melalui program Jakarta Beraksi (Bergerak Atasi Stunting).

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024