Jakarta (ANTARA) - Satu foto bermakna ribuan kata, demikian sebuah idiom usang yang kerap didengar dan sering melintasi linimasa. Kalimat itu sangat jelas mengisyaratkan begitu dahsyatnya sebuah foto, bukan hanya kaya akan deskripsi dan tafsir, tapi foto juga bisa menciptakan narasi visual yang mampu mempengaruhi opini publik.
Pada era digital yang saat ini bergerak sangat dinamis, fotografi menemukan medium yang baru. Keberadaan media sosial dan platform digital membuat para pelaku industri fotografi lebih leluasa untuk mengeksplorasi kreativitas dalam penyajian. Pergeseran dalam cara orang berinteraksi dengan gambar, menjadikan fotografi menjadi salah satu pilar utama dalam industri kreatif modern yang memberikan kontribusi terhadap perekonomian.
Fotografi merupakan salah satu dari 17 subsektor ekonomi kreatif di Indonesia, bersanding dengan subsektor lain seperti Pengembang Permainan, Arsitektur, Desain Interior, Musik, Seni Rupa, Desain Produk, Fesyen, Kuliner, Film Animasi dan Video, Desain Komunikasi Visual, Televisi dan Radio, Kriya, Periklanan, Seni Pertunjukan dan Penerbitan.
Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya mengatakan 17 subsektor tersebut yang memiliki kekuatan pasar berbeda-beda. Industri ekraf mampu menyerap 24,92 juta tenaga kerja dan hingga akhir tahun ini diperkirakan dapat mempekerjakan 26 juta orang.
Hingga triwulan I 2024, industri ekonomi kreatif (ekraf) menorehkan kinerja gemilang. Estimasi nilai tambah ekonomi kreatif sebesar Rp749,58 triliun atau 55,65 persen dari target Rp1.347 triliun.
Dalam konteks ekonomi kreatif, fotografi memberikan daya dukung pada subsektor lainnya. Misalnya untuk desain, foto atau gambar bisa memberikan sentuhan baru dalam desain grafis, desain produk, dan desain interior untuk menghasilkan rancangan yang menarik.
Di industri periklanan dan pemasaran, keterampilan teknis fotografi digunakan untuk foto iklan, media sosial, dan kampanye branding yang membantu perusahaan membangun citra dan memasarkan produk mereka.
Begitu juga dalam bidang pariwisata dan perjalanan. Fotografi menjadi bagian dari industri pariwisata, baik dalam hal pemasaran destinasi wisata maupun dokumentasi perjalanan.
Fotografi juga dapat dipakai para pelaku seni kriya untuk memasarkan produknya. Materi visual yang ciamik dan berestetika menjadi salah satu faktor yang bisa membuat produk usaha menjadi lebih laris di pasaran.
Tantangan
Memang, potensi fotografi dalam ekonomi kreatif sangat menjanjikan. Meskipun demikian, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh para pelaku industri ini.
Keberadaan kamera pada ponsel pintar (smartphone) membuat persaingan semakin ketat. Adanya smartphone dengan kemudahan akses dan teknologinya membuat siapa saja dapat menjadi "fotografer".
Data statistik selama tahun 2024 yang disadur dari laman Photo Aid menyebutkan ponsel pintar menangkap 92,5 persen dari seluruh gambar dan hanya menyisakan 7,5 persen gambar yang dihasilkan oleh kamera konvensional. Sekitar 1,8 triliun foto diambil setiap tahun, artinya 5 miliar setiap hari atau 57.246 foto setiap detik.
Hal ini menyebabkan pasar menjadi sangat kompetitif. Fotografer dituntut terus berinovasi dan meningkatkan kualitas karya mereka untuk tetap relevan. Kreativitas dan kualitas adalah kunci untuk bertahan di pasar yang semakin jenuh.
Tantangan selanjutnya adalah masalah hak cipta dan penghargaan terhadap karya. Di era digital ini, banyak karya fotografi yang diunggah ke internet dan platform digital lainnya. Plagiasi dan penggunaan karya yang tidak sah sering menjadi tantangan bagi fotografer untuk melindungi karya mereka.
Sebenarnya pemerintah telah mengatur perlindungan kekayaan intelektual melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa hak cipta fotografi dapat didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Selain itu, Ditjen HKI juga telah menyiapkan layanan aduan apabila ada fotografer yang ingin menuntut pihak yang menggunakan karya fotonya tanpa izin.
Peluang di depan mata
Dengan berbagai tantangan yang ada, industri fotografi tetap menawarkan banyak peluang yang bisa dikembangkan termasuk menciptakan entrepreneur bidang visual.
Freelance atau menjadi fotografer lepas merupakan alternatif usaha kreatif yang bisa dicoba. Platform digital berbasis visual atau situs stok foto, dapat dimanfaatkan untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan menghasilkan pendapatan pasif melalui penjualan gambar.
Pelatihan maupun workshop online juga jadi peluang besar bagi fotografer untuk berbagi ilmu. Semakin banyak orang yang tertarik untuk belajar fotografi, akan menciptakan permintaan tenaga profesional fotografi sekaligus bisa membangun komunitas.
Selain itu, banyaknya pilihan media sosial dengan penonton yang beragam, membuka peluang para pekerja visual menjadi konten kreator fotografi. Dalam konteks ini, fotografer tidak hanya berfokus pada gambar statis, tetapi juga harus pandai menuliskan narasi, ide serta gagasan untuk menghasilkan sebuah visual storytelling yang kuat sehingga menarik perhatian penonton.
Fotografi merupakan bagian integral dari ekonomi kreatif yang terus berkembang pesat di Indonesia. Keberhasilan dalam industri ini tidak hanya ditentukan oleh keterampilan teknis, tetapi juga oleh kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan tren pasar.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024