Aceh (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memanfaatkan forum Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium untuk menyerap lebih banyak pengalaman dari para ilmuwan dan ahli kebencanaan dunia dalam membangun sistem peringatan dini untuk tsunami yang dipicu oleh faktor non-seismik.

"Salah satu hal yang ingin kami angkat adalah upaya Indonesia dalam membangun sistem peringatan dini untuk tsunami yang disebabkan oleh faktor non-seismik," kata Ketua Kelompok Kerja Mitigasi Tsunami untuk Kawasan Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugrah, saat ditemui di sela-sela forum simposium di Balee Meuseuraya Aceh, Kota Banda Aceh, Minggu.

Menurut Suci, peristiwa tsunami Aceh 2004 membuat Indonesia banyak berbenah, salah satunya telah memiliki sistem peringatan dini tsunami. Namun sistem tersebut masih perlu dikembangkan untuk memperkuat kesiapsiagaan dan mitigasi bencana tsunami di Indonesia yang rentan terdampak berbagai jenis tsunami.

Ia mencontohkan seperti peristiwa tsunami di Selat Sunda dan Palu, Sulawesi Tengah tahun 2018, menjadi peristiwa yang makin mendesak untuk menyempurnakan sistem peringatan dini yang sudah ada.

Berdasarkan pengamatan para ahli termasuk ahli BMKG, kedua tsunami tersebut dipicu bukan oleh aktivitas gempa (seismik) melainkan oleh faktor lain.

Peristiwa tsunami Selat Sunda terjadi karena longsoran material gunung api ke laut dan tsunami Palu terjadi karena longsoran bawah laut setelah gempa hingga menyebabkan gelombang tinggi dan kerusakan parah di wilayah tersebut.

Suci berharap melalui simposium ini BMKG dapat memperkuat sistem peringatan dini yang mampu mendeteksi potensi tsunami non-seismik secara lebih cepat dan akurat, termasuk memberikan solusi yang efektif untuk mengatasi ancaman bencana tsunami di Indonesia

Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium yang berlangsung pada 10-14 November 2024 di Provinsi Aceh merupakan forum inisiasi antara UNESCO Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) dan Pemerintah Indonesia melalui BMKG untuk memperkuat strategi mitigasi bencana berbasis teknologi dan komunitas.

Simposium ini juga menjadi momentum untuk memperingati 20 tahun peristiwa tsunami Samudera Hindia 2004 yang juga berdampak besar di Aceh.

Forum ini dihadiri sekitar 1.000 peserta, termasuk ilmuwan, ahli kebencanaan dari 54 negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, India, Bangladesh, China, serta komunitas sadar bencana dari Desa Siaga Tsunami di Indonesia.

Baca juga: RI dinilai layak jadi acuan dunia, kembangkan peringatan dini tsunami
Baca juga: Museum Tsunami hadirkan pameran bantuan kemanusiaan AS di Aceh

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024