Jakarta (ANTARA) - Sebagai bangsa pejuang, Indonesia tidak pernah kekurangan warga negaranya yang memiliki semangat "tempur" tinggi. Banyak pahlawan dilahirkan oleh bangsa ini, mulai dari olahragawan, ilmuwan, pekerja sosial, pendidik, hingga pekerja migran.

Kontribusi profesi yang disebut terakhir itu tidak main-main. Belasan triliun rupiah setiap bulan mengalir ke Indonesia sebagai devisa. Uang dari jerih payah mereka di negeri orang yang dikirimkan ke kampung halaman tidak hanya mengalirkan devisa bagi negara, tapi juga ikut menggerakkan perekonomian daerah.

Oleh karena itu, ketika bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November, penting kiranya perhatian kita juga ditujukan kepada para pekerja migran Indonesia.

Tanggal 10 November dipilih memang untuk menghormati para pahlawan yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dalam Pertempuran Surabaya pada tahun 1945. Saat itu terjadi pertempuran heroik ketika tentara dan milisi prokemerdekaan Indonesia berhadapan dengan pasukan Britania Raya atau pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Inggris dan Belanda (NICA).

Peringatan Hari Pahlawan 2024 mengambil tema "Teladani Pahlawanmu Cintailah Negerimu", tema yang merepresentasikan semangat untuk meneladani perjuangan para pahlawan bangsa Indonesia.

Boleh jadi, spirit perjuangan itu pula yang menetes pada para pekerja migran Indonesia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi diri, keluarga, kampung halaman, hingga negara dalam bentuk devisa

Sebutan pahlawan dalam konteks zaman yang terus berubah tentunya tidak hanya bagi mereka yang berjuang di medan perang seperti tentara. Akan tetapi, juga layak disematkan bagi mereka yang bekerja di berbagai bidang kehidupan, termasuk menjadi pekerja migran.

Para pekerja migran Indonesia (PMI) merupakan pahlawan di era kekinian. Perjuangan mereka tidak bisa dipandang enteng bagi bangsa dan negara. Mereka ini layak pula disebut pahlawan devisa karena sumbangsihnya kepada negara melalui devisa atau remitansi yang dikirim kepada keluarga masing-masing di kampung halaman.

Menurut mantan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, besaran devisa negara yang disumbang para pekerja migran ini mencapai Rp156,9 triliun per tahun. Rata-rata setiap tahun, pekerja migran dari Indonesia sekitar 270 ribu orang. Adapun anggaran negara yang dikeluarkan untuk pekerja migran sebesar Rp8,2 triliun per tahun.

Jadi tidaklah keliru bila ketika memperingati Hari Pahlawan, kita tidak hanya terpaku dengan perjuangan para pejuang di medan perang, tetapi juga perjuangan yang dilakukan oleh anggota masyarakat seperti PMI. Di era kekinian, pekerja migran itu juga menjadi pahlawan yang nyata. Bukan hanya bagi perekonomian negara, melainkan juga perekonomian keluarga di kampung halaman.

Uang yang dikirimkan para pekerja migran kepada keluarganya di kampung sangat penting agar dapur keluarga tetap ngebul, anak-anak bisa sekolah, tempat kediaman bisa dibangun dengan layak, tentu saja bisa berkarya dan berusaha setelah nanti yang bersangkutan tidak lagi bekerja di negeri orang sebagai pekerja migran.


Perjuangan Sabri

Kita bisa melihat perjuangan salah seorang pekerja migran Indonesia bernama Sabri asal Sulawesi Selatan yang bekerja di sebuah perusahaan sawit di Sabah, Malaysia.

Di tempatnya bekerja, Sabri dan istrinya bisa mendapatkan penghasilan sekitar RM4000 atau sekitar Rp14 juta per bulan (1 ringgit Malaysia setara dengan Rp3.560). Dengan pendapatan sebesar itu, Sabri bisa menabung, membangun rumah, hingga membeli tanah di kampungnya.

Secara berkala Sabri mentransfer sebagian pendapatannya lewat jasa pengiriman uang ataupun meminta perusahaan tempatnya bekerja mentransfer gajinya ke rekening banknya. Dua bank nasional memang sudah memfasilitasi Sabri dan kawan-kawan untuk membuka rekening.

Copyright © ANTARA 2024