Brussel (ANTARA) - Utusan Khusus China untuk Perubahan Iklim Liu Zhenmin menyerukan kepada negara maju maupun negara-negara berkembang untuk saling bekerja sama dalam mengatasi perubahan iklim.
China memastikan siap bekerja sama dengan Uni Eropa (UE) dan pihak-pihak lainnya untuk mendorong implementasi Perjanjian Paris, kata Liu di Brussel, Belgia, dalam sebuah wawancara dengan Xinhua baru-baru ini sebelum berangkat ke Baku, Azerbaijan, untuk menghadiri sesi ke-29 Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (COP29).
Negara-negara maju, menurut Liu, seharusnya mengambil peran utama dalam memberikan dukungan keuangan kepada negara-negara berkembang dalam mengatasi berbagai tantangan akibat perubahan.
Dia menambahkan bahwa hal ini merupakan kewajiban mereka yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Di konferensi perubahan iklim PBB 2009 di Kopenhagen, negara-negara maju berjanji akan menyediakan pendanaan iklim senilai 100 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.677) per tahun guna mendukung negara-negara berkembang dalam transisi energi mereka. Namun, janji ini hingga kini belum sepenuhnya terealisasi.
"Pendanaan ini terbilang kecil dibandingkan dengan sumber daya besar yang dibutuhkan untuk transisi energi global, tetapi telah menjadi contoh kerja sama global yang efektif," sebut Liu. Dana ini juga dapat memainkan peran aktif dalam memanfaatkan dana pasar internasional dan mendorong investasi swasta, tambahnya.
COP29 akan menetapkan pengaturan untuk target pendanaan iklim global setelah 2025. Liu percaya bahwa negosiasi terkait pendanaan tersebut tidak akan mudah dan akan menghadapi banyak tantangan.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Oktober, Dewan UE mengumumkan bahwa blok itu telah mencapai sebuah konsensus mengenai posisi negosiasinya untuk COP29, mendukung tujuan kolektif baru yang terukur dalam pendanaan iklim global.
Kendati demikian, pernyataan tersebut tidak merinci tanggung jawab UE sendiri. Sebaliknya, pernyataan tersebut, lebih dari sebelumnya, mendesak semua negara, bahkan termasuk negara-negara berkembang, untuk memikul lebih banyak tanggung jawab finansial.
Meski UE relatif aktif dalam mendukung pendanaan iklim bagi negara-negara berkembang dalam satu dekade terakhir, blok tersebut saat ini menghadapi "beberapa tantangan dan perpecahan internal," ujar Liu.
Dia menyoroti bahwa pemilihan Parlemen Eropa baru-baru ini, serta pemilihan umum di sejumlah negara, mengungkap bahwa beberapa partai politik kurang antusias terhadap aksi iklim dibandingkan sebelumnya.
"Sebagai pemain penting dalam tata kelola iklim global, tantangan-tantangan ini seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengalihkan tanggung jawab," ujar Liu, seraya mendesak UE untuk terus secara aktif memenuhi tanggung jawab internasionalnya dalam mendukung aksi iklim.
China, sebagai negara berkembang, secara aktif memenuhi komitmennya terhadap transisi hijau, kata Liu.
China dengan sungguh-sungguh memajukan elektrifikasi di sektor transportasi, dan kereta cepat menjadi moda transportasi utama bagi masyarakat, yang mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, kendaraan listrik juga semakin populer untuk membantu mengurangi emisi dan polusi.
Terkait COP29, Liu menyebutkan bahwa China akan bekerja dengan UE dan pihak-pihak lain untuk secara konstruktif terlibat dalam semua jenis agenda. China akan berusaha mencapai hasil yang signifikan dan mendorong implementasi Perjanjian Paris yang komprehensif dan efektif.
Sementara itu, China juga akan terus mendukung negara-negara berkembang lainnya melalui kerja sama Selatan-Selatan, dengan memberikan bantuan sesuai dengan kapasitasnya.
"Mengatasi perubahan iklim membutuhkan upaya bersama dari negara-negara maju dan negara-negara berkembang, dan China akan terus menjadi pendukung yang teguh dalam kerja sama iklim global," demikian Liu menuturkan.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024