Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat meluncurkan aplikasi sistem informasi tuberkulosis desa atau Sintesa bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-60 sebagai upaya menekan angka kasus TBC di daerah itu.
Penjabat Bupati Bekasi Dedy Supriyadi mengapresiasi langkah Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi untuk menekan angka kasus tuberkulosis (TBC) hingga ke tingkat desa melalui inovasi Sintesa.
"Kami sangat bangga karena Kabupaten Bekasi banyak dianugerahi pejabat yang bisa melakukan inovasi, terobosan yang out of the box yang bisa menyelesaikan beragam persoalan daerah," katanya di Cikarang, Selasa.
Dia meminta inovasi aplikasi ini dapat dijalankan secara optimal sehingga bermanfaat sekaligus sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan segenap lapisan masyarakat.
"Tadi juga saya sampaikan agar jangan dipisah-pisah dengan aplikasi atau program lain. Ada stunting dan aplikasi lain bisa berjalan terintegrasi dengan tujuan bisa menciptakan sumber daya manusia yang unggul," katanya.
Dedy mendorong aplikasi yang akan diintegrasikan dengan desa maupun kelurahan ini agar bisa berfungsi di masyarakat sampai ke tingkat RT/RW. Sintesa bisa menjadi sarana mendata masyarakat yang memiliki angka kasus TBC.
"Nanti pak camat, pak lurah, pak kepala desa diharapkan sistem informasi tuberkulosis ini bisa menjangkau RT, RW bahkan sampai tingkat keluarga," ucapnya.
Baca juga: Percepat eliminasi, Menkes targetkan sejuta temuan kasus TBC pada 2025
Baca juga: Menkes: Presiden setujui tambah 500 juta dolar AS dana penanganan TBC
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Alamsyah menyatakan Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan TBC yang diluncurkan Pemkab Bekasi merupakan pertama di Indonesia sejak diberlakukan Undang Undang Kesehatan Nomor 17 tahun 2023.
Alamsyah menyebutkan aplikasi Sintesa merupakan tindak lanjut dari Peraturan Bupati Bekasi tentang Rencana Aksi Daerah Penanggulangan TBC di wilayah Kabupaten Bekasi.
Dia mengatakan selama ini data atau informasi tentang tuberkulosis dari Kementerian Kesehatan hanya sampai di level puskesmas atau hanya di kalangan tenaga kesehatan.
Kehadiran aplikasi ini diharapkan mampu menyinergikan antara tenaga kesehatan atau puskesmas dengan pemerintah desa maupun kelurahan hingga ke tingkat jajaran ketua RT dan RW.
"Sintesa ini nanti kalau ada pasien di desa, ketahuan namanya siapa, akan ada notifikasi dari aplikasi itu ke kepala desa atau lurah. Nanti kepala desa atau lurah bisa langsung komunikasi dengan kepala puskesmas. Jadi ada sinkronisasi antara orang kesehatan dengan yang di luar kesehatan. Lebih terintegrasi," katanya.
Menurut dia selama ini kepala desa atau lurah tidak mengetahui ada warganya yang berstatus penderita TBC. Dengan aplikasi ini diharapkan desa setempat akan ikut mengetahui sekaligus bisa membantu warga yang terjangkit TBC.
"Nanti cakupan aplikasi akan diperluas kepada karyawan di perusahaan. Karena selama ini kalau ditemukan TBC di perusahaan akan diberhentikan. Ketika nanti di perusahaan ditemukan, bisa dimitigasi dan lebih cepat sembuh. Karena TBC ini bisa sembuh. Yang tak bisa sembuh itu, tidak diobati, tidak ketahuan," ucapnya.
Aplikasi ini juga berangkat dari melihat angka kasus nasional di peringkat kedua dunia dengan Jawa Barat sebagai peringkat pertama tertinggi angka kasus tuberkulosis serta Kabupaten Bekasi sebagai peringkat kelima.
"Saat ini angkanya sudah mencapai sekitar 10.000 kasus yang terdeteksi. Kalau dilihat dari jumlah penduduk cukup besar, kalau dihitung dari 3,2 juta jiwa berarti ada 400 kasus per 100.000 jiwa. Sementara angka yang WHO targetkan di tahun 2030 itu 65 per 100.000. Berarti kita tinggi prevalensinya," ucap dia.
Alamsyah menyebutkan tingkat kesembuhan kasus TBC bervariasi. Tingkat kesembuhan pasien yang masih sensitif obat 100 persen dengan pengobatan enam-sembilan bulan. Sedangkan kasus resisten obat dengan angka kasus saat ini mencapai 72 persen yang tengah ditangani.
"Ini juga akan berpengaruh secara medis dan sosial. Orang dengan TBC ini otomatis tidak bisa bekerja dengan normal karena bisa menularkan terutama pada anak-anak. Secara sosial jika bekerja kualitasnya kurang baik," katanya.
Dirinya menyatakan wilayah padat penduduk seperti Kecamatan Tambun Selatan, Babelan dan Cikarang Selatan memiliki angka kasus TBC yang relatif tinggi.
Penanganan kasus TBD di Kabupaten Bekasi juga mendapatkan dukungan pendanaan APBN berupa obat dari Kementerian Kesehatan serta NGO USAID Tb untuk lima wilayah dengan angka kasus tertinggi di Jawa Barat.
"Jadi WHO ada lembaga non government yang memberikan pendampingan untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, peningkatan kapasitas kader. Nanti ada kader TBC di desa juga, tahun 2024 ini sudah berjalan," kata dia.
Baca juga: Menkes sebut upaya eliminasi TBC dimulai dengan deteksi kasus
Baca juga: Menkes: Buat akhiri TBC 2030 perlu vaksin pada akhir 2028
Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024