Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina siap meningkatkan kapasitas pembangkit panas bumi untuk mempercepat transisi energi, guna mendukung penggunaan energi bersih dan berkelanjutan sebagai komitmen dalam mengurangi emisi karbon nasional.
CEO PT Pertamina Geothermal Energi Tbk (PGEO) Julfi Hadi mengatakan targetkan pengembangan panas bumi Pertamina mencapai 1,5 GW pada tahun 2030 demi mencapai target tersebut berbagai strategi dilakukan termasuk strategi investasi.
“Pengembangan ini membutuhkan investasi hingga 50 juta dolar AS dengan kalkulasi pertumbuhan kapasitas pembangkit panas bumi hingga 10,5 GW,” kata Julfi dalam dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Julfi menyampaikan hal itu saat menjadi narasumber pada sesi panel Energy Transition: Innovations, Sustainability, Approaches, Strategic Efforts and Initiatives to Achieve Indonesia's Vlimate Goals yang berlangsung di Paviliun Indonesia pada acara Conference of the Parties (COP) ke-29 dengan tema "In Solidarity for a Green World” yang diselenggarakan di Baku Olympic Stadium, Azerbaijan.
Julfi menuturkan bahwa panas bumi mampu menjadi baseload sumber kelistrikan. Sumber energi yang stabil dan besar melalui panas bumi menjadi kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan pemerintah.
Baca juga: Pakar UGM: Prabowo-Gibran perlu beri insentif bagi investor panas bumi
Ia menerangkan bahwa panas bumi adalah salah satu sumber energi yang terbukti untuk bisa menjadi baseload sehingga harus segera dibangun.
"Apalagi dengan rencana pertumbuhan ekonomi yang ditopang dari industri hilirisasi serta manufaktur, membutuhkan pasokan listrik yang stabil dan bersih. Panas bumi merupakan jawabannya," kata Julfi.
Untuk bisa membuat investasi panas bumi ini menarik, Pertamina bahkan membuat model risiko yang lebih rendah dalam pengembangan panas bumi. Electrical Submersible Pumps yang merupakan salah satu teknologi untuk bisa mereduksi risiko pengembangan panas bumi.
"Pompa akan menghasilkan peningkatan produksi bahkan di sumur subkomersial dan juga di pembangkit listrik. Katakanlah dulunya, mengembangkan sektor geothermal itu butuh 10 tahun, sekarang bisa dikembangkan dalam 5 tahun," kata Julfi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menegaskan Indonesia tetap konsisten dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE).
Eniya menuturkan bahwa Panas bumi menjadi sumber energi yang penting untuk menjadi sumber energi bersih yang stabil untuk memasok seluruh kebutuhan listrik nasional.
"Potensi di Indonesia sangat besar, dengan posisi strategis yang memiliki potensi panas bumi lebih dari 23 gigawatt, di mana saat ini baru dimanfaatkan sekitar 2,5 gigawatt atau sekitar 11 persen," kata Eniya dalam sambutannya di panel Energy Transition: Innovations, Sustainability Approaches, Strategic Efforts and Initiatives to Achieve Indonesia's Climate Goals COP 29.
Baca juga: PLN IP dan PGE bersinergi optimalkan panas bumi di tanah air
Eniya menegaskan dengan memanfaatkan panas bumi maka penurunan emisi bisa mencapai 22 juta ton CO2 pada tahun 2030. Pemerintah berkomitmen untuk mendukung semua pihak dalam pengembangan panas bumi dalam negeri.
"Presiden kita sudah berulang kali menekankan pentingnya geothermal, dan dukungan internasional dibutuhkan agar Indonesia dapat menjadi negara nomor satu dalam pemanfaatan geothermal di dunia," kata Eniya.
"Kami juga telah menyederhanakan regulasi perizinan dan menaikkan return of investment (IRR) hingga 1,5 persen," tambah Eniya
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024