Jakarta (ANTARA) - Menyebut judi online sebagai musuh bebuyutan rasanya tidak berlebihan, sebab literatur musik mencatat aktivitas ilegal itu sudah meresahkan sejak tahun 80an.
Ialah Rhoma Irama sang Raja Dangdut yang membahas fenomena judi di kalangan masyarakat lewat lagu "Judi" yang dirilis pada 1988.
Pada sebuah wawancara televisi tahun 2020, Bang Haji, sapaan akrab Rhoma Irama, mengatakan lagu itu ditulis berdasarkan pengamatannya tentang apa yang dialami masyarakat pada masa itu.
Meski bentuknya berbeda, judi masih seperti yang dituangkan Bang Haji dalam lirik lagunya, "yang kaya bisa jadi melarat, apalagi yang miskin".
Aktivitas judi online kian meresahkan karena sebagian besar orang yang mengakses internet hampir bisa dipastikan pernah terpapar judi online.
Survei Populix yang diadakan awal tahun ini menunjukkan 82 persen pengguna internet di Indonesia pernah melihat iklan judi online, paling sering ketika membuka media sosial.
Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun menunjukkan perputaran uang untuk judi online mencapai Rp174,56 triliun hanya untuk semester satu 2024. Memasuki semester dua, yang belum berakhir, jumlahnya sudah Rp283 triliun.
Kembali kepada data Populix, nominal transaksi yang dilakukan warganet yang menjajal judi online rerata di bawah Rp100.000 sehingga besar kemungkinan dilakukan oleh orang-orang berpendapatan rendah. Lagi-lagi, lagu "Judi" Rhoma Irama masih relevan hingga hari ini.
Melawan judi online ibarat melawan Hidra, sang monster berkepala banyak. Ketika satu kepala dipenggal, Hidra bisa menumbuhkan dua kepala lagi.
Seperti Herkules yang bekerja sama dengan saudaranya Iolaus menemukan strategi agar kepala Hidra tak tumbuh lagi, begitupun pemerintah, penegak hukum, sampai masyarakat ketika melawan judi online.
Gerak cepat tindak judi online
Setiap hari, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital memblokir situs internet dan konten yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan di Indonesia, termasuk salah satunya judi online.
Sejak era pemerintahan baru pada 20 Oktober hingga Rabu (13/11), terdapat 283.230 konten judi yang diblokir Pemerintah.
Komitmen Kementerian Komdigi, yang dahulu bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), untuk memberantas judi online baru-baru ini ditunjukkan dengan menindak oknum internal yang terlibat praktik ilegal tersebut.
Belum genap sebulan dilantik sebagai Menkomdigi, Meutya Hafid mempersilakan penegak hukum untuk "bersih-bersih" instansinya dari judi online.
Upaya membersihkan internet dari aktivitas ilegal dan menciptakan ruang digital yang aman juga bisa ditarik dua tahun ke belakang, ketika Kementerian Kominfo menerapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Aturan itu mewajibkan platform digital mendaftar sebagai PSE sehingga mempersempit kemungkinan aktivitas ilegal di dunia maya.
Literasi digital
Dari segala upaya teknis melawan judi online, ada satu cara yang tidak boleh dilupakan, yaitu literasi digital. Berbeda dengan blokir-memblokir, literasi digital berada pada tataran kognitif dan psikologis sehingga sebaiknya kemampuan tersebut dimiliki oleh setiap individu untuk membentengi diri dari godaan judi online.
Literasi digital menjadi amat penting karena dunia maya, teknologi dan penggunaan internet semakin masif.
Membatasi penggunaan gawai hanya bisa dilakukan pada usia anak-anak. Orang dewasa usia produktif sudah terlalu kompleks sebab banyak pekerjaan yang bisa dilakukan atau dibantu oleh gawai.
Adalah keliru jika menganggap literasi digital hanya diperlukan oleh anak-anak atau remaja. Orang dewasa sampai lanjut usia pun perlu memahami dunia digital pada tatarannya masing-masing.
Melihat masifnya dunia digital saat ini, bisa dibilang literasi digital adalah belajar sepanjang hayat.
Jika 10 tahun lalu literasi digital berupa pengenalan dunia maya dan cara menggunakan teknologi yang menyertainya, maka saat ini yang perlu dibangun adalah kesadaran "what's in there for me?", ada apa di sana, apa manfaat internet untuk saya.
Dunia maya bisa dibilang sebagai pencerminan di dunia nyata. Apa yang boleh-tidak boleh, bisa-tidak bisa di dunia nyata, sudah selayaknya diterapkan di dunia maya.
Perjudian adalah hal yang ilegal di Indonesia, maka sudah sewajarnya aktivitas itu juga menjadi terlarang di dunia maya.
Jika sudah memahami aturan main di dunia maya, maka perlahan pertanyaan "what's in there for me?", apa manfaat internet untuk saya, akan terbentuk.
Pada tahap itu, literasi digital berperan semakin penting. Pertanyaan manfaat internet bisa memicu seseorang untuk bereksplorasi tentang apa yang disukai, ingin diketahui sampai kesempatan apa yang bisa didapatkan melalui internet.
Pengenalan aktivitas positif di internet akan membantu individu menggunakan internet untuk hal-hal yang produktif. Pengenalan aktivitas positif tentu bisa disesuaikan dengan tahapan usia atau profesi, misalnya internet membantu belajar kepada para pelajar, mencari peluang usaha dari rumah bagi ibu rumah tangga atau membantu beribadah dan bertemu teman lama bagi usia pensiun atau lansia.
Pada tahap itu juga seseorang diharapkan bisa memahami bahwasanya internet, teknologi dan dunia digital adalah pedang bermata dua.
Pilihan kita dalam menggunakan teknologi bisa berdampak pada kehidupan sehari-hari.
Jika memilih jualan online, yang didapat adalah penghasilan tambahan. Jika memilih judi online, maka masalah tambahan.
Melalui literasi digital, seseorang akan dapat dengan bijak memilih teknologi dan aktivitas internet apa yang terbaik, paling tidak untuk dirinya sendiri.
Ketika sudah mendapatkan literasi digital, dia juga diharapkan tidak tergoda judi online, seberapapun menggiurkan uang yang ditawarkan.
Jika masih ragu dengan ilmu yang didapat dari literasi digital, kita bisa kembali kepada Rhoma Irama, bahwa judi "kalaupun kau menang, itu awal dari kekalahan. Kalaupun kau kaya, itu awal dari kemiskinan".
Baca juga: Kemkomdigi konsisten hapus konten judol sembari gencarkan literasi
Baca juga: Legislator sebut pemutusan rantai judi online harus jadi prioritas
Baca juga: Melawan judi "online" dengan mengenali faktor pemicu
Copyright © ANTARA 2024