tantangan yang signifikan adalah perbedaan tingkat infrastruktur dan sumber daya manusia antar-daerah
Jakarta (ANTARA) - Indonesia merupakan negara maritim dengan dominasi wilayah perairan mencapai 70 persen serta 30 persen daratan. Luas perairan yang mencapai 6,4 juta kilometer persegi ini menyimpan begitu banyak potensi sumber daya melimpah di sektor kelautan dan perikanan.
Dalam memanfaatkan kekayaan bahari dibutuhkan dukungan infrastruktur dasar hingga teknologi masa kini sehingga mampu mengoptimalkan manajemen terutama bagi regulator teknis dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan secara relevan, faktual juga berkelanjutan.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka lewat Asta Cita, memiliki beberapa program yakni memperkuat teknologi dan melanjutkan pengembangan infrastruktur. Tujuan itu pun lantas diterjemahkan KKP yang membawahi sektor kelautan dan perikanan dalam berbagai program kerja, salah satunya memperkuat teknologi dan melanjutkan pengembangan infrastruktur.
Sang Nakhoda KKP yakni Sakti Wahyu Trenggono yang kembali dipilih melanjutkan navigasi memimpin KKP era Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan, akan melanjutkan target-target dari program prioritas yang disebutnya Ekonomi Biru.
Program dengan lima kebijakan yang meliputi memperluas kawasan konservasi laut; penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota; pengembangan perikanan budi daya di laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan; pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau Bulan Cinta Laut (BCL).
Sentuhan teknologi
Program kebijakan KKP tentu saja menyentuh secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. Di hulu, diperlukan infrastruktur dasar dalam subsektor perikanan tangkap salah satunya kehadiran pelabuhan perikanan.
Sebagai lokasi pendaratan ikan, pelabuhan yang lekat dengan tumpukan ikan-ikan, kapal penangkap ikan yang bersandar, membutuhkan sentuhan masa kini agar dapat bertahan dan berkembang pada era yang serba digital.
Upaya menghadirkan digitalisasi di pelabuhan perikanan ini menjadi langkah untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, kinerja dan tata kelola pelabuhan perikanan Indonesia yang pada akhirnya juga mendukung program Presiden dalam ketahanan pangan serta meningkatkan daya saing perikanan Indonesia di pasar global.
Pendataan subsektor perikanan tangkap secara digital melalui platform telah dilakukan sejak tahun 2000. Hal ini dilatarbelakangi adanya kebutuhan data dan informasi yang akurat untuk mendukung manajemen Departemen Kelautan dan Perikanan saat itu dalam perencanaan di subsektor perikanan tangkap yang meliputi sumber daya ikan, sarana dan prasarana pelabuhan perikanan yang terintegrasi dalam Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP).
Transformasi pencatatan yang transparan ini merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan. Sistem yang terintegrasi ini pun dipergunakan untuk mendukung operasional pelabuhan perikanan serta meningkatkan pelayanan informasi kepada masyarakat sehingga dapat dengan mudah diakses.
Sistem informasi di pelabuhan perikanan ini juga memiliki peran sebagai bahan pemantauan dan evaluasi untuk menilai kinerja operasional perlakukan perikanan dan kebijakan lain, memberikan gambaran kondisi atau profil pelabuhan perikanan dari sisi operasional dan kondisi fasilitas yang dimiliki hingga pelayanan fungsi keselamatan pelayaran di pelabuhan perikanan.
Sampai menjelang akhir tahun 2024 ini, tercatat sebanyak 234 pelabuhan perikanan sebagai unit pelaksana teknis (UPT) pusat dan daerah telah menerapkan digitalisasi dalam melaksanakan fungsi kepelabuhanan.
Tantangan yang dihadapi
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP sebagai unit kepanjangan dalam mengelola subsektor perikanan tangkap mengungkapkan, ada sejumlah tantangan kala menghadirkan digitalisasi pelabuhan perikanan.
Salah satu tantangan yang signifikan adalah perbedaan tingkat infrastruktur dan sumber daya manusia antar-daerah. Beberapa pelabuhan perikanan di daerah terpencil mengalami keterbatasan akses internet yang memadai sehingga berdampak pada pengoperasian sistem digital.
Kedua yakni adanya resistensi dari beberapa pelaku usaha perikanan, terutama nelayan tradisional dan pengelola pelabuhan yang terbiasa dengan cara-cara manual. Sehingga dibutuhkan pendekatan secara humanis lewat edukasi, sosialisasi dan pelatihan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan transisi ke sistem digital berjalan lancar.
Tantangan lain yakni pengawasan terhadap implementasi sistem digital, terutama untuk memastikan bahwa data yang dimasukkan ke dalam sistem benar-benar akurat dan valid.
Ke depan, optimalisasi pelabuhan perikanan akan semakin ditingkatkan sehingga dapat menunjang produksi perikanan tangkap melalui peraturan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota.
Dalam pelaksanaan PIT itu peran kepala pelabuhan perikanan sangat strategis. Diantaranya penetapan harga acuan ikan, nilai produksi ikan yang didaratkan serta menerbitkan surat tagihan PNBP pungutan hasil perikanan (PHP) pascaproduksi.
Semua itu memerlukan sarana dan prasarana serta kesiapan petugas dan sumber daya manusia untuk mengolah data dan melakukan verifikasi data pendaratan ikan.
Uji coba timbangan elektronik yang terintegrasi dengan aplikasi juga telah dilaksanakan di beberapa pelabuhan perikanan sehingga ketika penimbangan, langsung terbit surat tagihan PNBP yang harus dibayarkan oleh pelaku usaha perikanan.
Mekanisme itu dapat memberikan keadilan berusaha karena jumlah PNBP yang dibayarkan sesuai dengan hasil tangkapan sehingga dapat menekan terjadinya pungutan liar kepada nelayan maupun usaha perikanan.
Dalam operasional pelabuhan perikanan yang telah bertransformasi ini, unit kerja KKP yakni Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) turut andil dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengelolaan pelabuhan perikanan.
Pengawas Perikanan
Menurut Dirjen PSDKP Pung Nugroho Saksono saat ini secara total ada 767 pengawas perikanan yang meliputi pemeriksaan persyaratan administrasi dan kelayakan teknis kapal perikanan untuk penerbitan Standard Laik Operasi (SLO); analisis dan pemberian rekomendasi hasil tangkapan bongkar hasil tangkapan kapal perikanan serta pengawasan pembongkaran dan penimbangan ikan hasil tangkapan kapal perikanan.
Saat ini di sejumlah pelabuhan sudah ada dukungan pengawasan melalui teknologi berupa Sistem Pengawasan Terintegrasi dengan VTC (Vessel Traffic Center) di masing masing pelabuhan perikanan di Zona 3 PIT, pengawasan melalui pemantauan kapal perikanan Regional Monitoring Center (RMC), dan aparatur Pengawas Perikanan dan Polsus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K).
Digitalisasi di pelabuhan perikanan selain untuk mengawal Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota, juga bisa untuk meningkatkan keselamatan nelayan melalui pemasangan peralatan elektronik di kapal nelayan dan di pelabuhan perikanan.
Salah satu contohnya adalah upaya Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) yang memasang alat Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi - Automatic Identification System (WakatobiAIS) pada sepuluh kapal nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu Serang, Banten.
Pemasangan dilakukan bersama LPTK dan Solusi247 dan didukung penuh oleh Pusat Riset Kelautan (Pusriskel), Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) dan Direktorat Kepelabuhanan DJPT.
Wakatobi AIS merupakan perangkat AIS Class B yang dapat mengirim posisi kapal secara simultan sehingga keberadaan kapal dapat diketahui oleh kapal-kapal lain di sekitarnya dan stasiun monitoring di darat.
Kegunaannya sebagai alat keselamatan nelayan apabila kapal yang mereka operasikan dalam kondisi bahaya.
Hasil inovasi riset Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Wakatobi ini dinilai sangat cocok untuk kapal-kapal nelayan Karangantu yang kerap menangkap ikan di lokasi yang ramai pelayaran kapal-kapal besar dari perairan Cilegon dan Merak.
Keberadaan kapal nelayan dinilai berisiko tertabrak atau terkena hempasan ombak tinggi akibat kapal besar yang melintas.
Selain melakukan instalasi transmiter AIS di kapal, tim juga melakukan instalasi sistem penerima AIS yang dipasang di kantor Pelabuhan. Sistem ini akan memudahkan operator pelabuhan mengawasi dan memberikan pelayanan terhadap aktivitas kapal perikanan di PPN Karangantu.
Digitalisasi mau tidak menjadi sebuah kebutuhan kemajuan perikanan berkelanjutan, karena dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan pelabuhan perikanan, transparansi dan mengintegrasikan data perikanan secara riil time.
Jika sistem informasi data perikanan tangkap sudah terintegrasi baik di pelabuhan perikanan ataupun data antarpelabuhan perikanan maka bisa digunakan untuk memonitor juga hasil tangkapan dan pergerakan dari hasil tangkapan terkini.
Itu akan memudahkan Pemerintah mengambil kebijakan dalam rangka mengawal Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota.
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024