Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertanian menyatakan, pupuk WSF/NS (Water Stimulating Feed/Nutrisi Saputra) yang selama ini diakui produsennya mampu meningkatkan produksi padi hingga 9 ton per hektar merupakan produk ilegal. Menteri Pertanian Anton Apriyantono di Jakarta, Rabu, menyatakan, pupuk hasil temuan Umar Hasan Saputra tersebut hingga kini belum didaftarkan secara resmi ke Departemen Pertanian. "Oleh karena itu kita menyatakan pupuk tersebut ilegal dan produk yang telah beredar di lapangan kita minta di tarik," katanya di sela Pengesahan RUU Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan di Gedung DPR. Produk WSF/NS yang dipasarkan dengan nama berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya itu dipromosikan mampu meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman dan mengaktifkan organisme dalam tanah. Selain itu, dapat digunakan pada tanaman padi, palawija dan hortikultura pada seluruh jenis tanah, bahkan juga manusia dan ternak atau multiguna. Di Jawa Barat produk yang dinyatakan mampu menaikkan produktivitas padi hingga 9 ton per hektar serta memperpendek umur panen sekitar 19 hari itu diperkenalkan dengan nama WSF Nutri Agro Plus berbentuk cair serta WSF Tripancatunggal yang serbuk. Sedangkan di Jawa Timur produk tersebut dikenalkan dengan nama WSF Formula Saputra (cair) dan WSF Techno (bubuk) atau lebih dikenal dengan Nutrisi Saputra. Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deptan, Achmad Suryana, untuk bisa beredar di masyarakat sebuah produk harus didaftarkan secara resmi ke intansi terkait dalam hal ini WSF yang merupakan sarana produksi pertanian semestinya mendapatkan registrasi dulu dari Deptan. Untuk mendapatkan registrasi, tambahnya, produk tersebut harus melalui uji mutu yang waktunya beberapa hari hingga minggu serta uji efektifitas di lapangan selama dua musim tanam dan mengambil lokasi di beberapa tempat. Menurut dia, Badan Litbang Deptan telah melakukan uji mutu dan uji efektifitas produk WSF ternyata hasilnya tidak seperti yang dipromosikan penemu maupun produsennya yakni PT Suba Indah. "Pengujian ini dilakukan oleh para peneliti Deptan yang independen dan tak memiliki kepentingan apapun jadi hasilnya benar-benar obyektif," katanya. Dikatakannya, hasil analisa laboratorium dari produk WSF-NAP menunjukkan kandungan hara utamanya hanya C organik itupun hanya 25 persen, sedangkan unsur-unsur lain rendah. Dengan kondisi tersebut diperkirakan tidak cukup efektif bagi tanaman dan tidak memenuhi syarat minimal pupuk sebagaimana ditetapkan dalam Kepmenta 09/2003 dan Kepmentan 02/2006. Selain itu, tambahnya, istilah "nutrisi esensial" yang selalu dipromosikan rancu dengan pemahaman nutrisi esensial sebagai 16 unsur hara makro dan mikro. Menurut dia, penggunaan nama yang berbeda untuk produk yang sama seperti diterapkan produk WSF di Jatim dan Jabar tersebut bisa membingungkan masyarakat. "Oleh karena itu kita minta produsen untuk tidak mengedarkan pupuk WSF secara bebas untuk kepentingan komersial atau pertanian secara massal sebelum resmi terdaftar di Deptan," katanya. Sementara itu Dirjen Tanaman Pangan Deptan, Sutarto Alimuso menegaskan, pihaknya bersama Badan Litbang pernah melakukan pertemuan dengan penemu maupun produsen pupuk WSF untuk menjelaskan prosedur sebelum sebuah produk pupuk bisa dipasarkan. Mereka. tambahnya, telah menyepakati untuk mengikuti prosedur yang ditentukan yakni mendaftarkan produknya serta melakukan uji laboratorium dan uji lapangan. "Kalau produk tersebut memang memiliki keunggulan yang telah teruji ilmiah kita akan mendorong agar bisa diterapkan oleh petani," katanya. Namun, tambahnya, hal itu harus ada rekomendasi dari Deptan dan didaftarkan ke pemerintah terlebih dahulu bukan langsung diedarkan seperti sekarang ini. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006