Jakarta (ANTARA) - BPJS Kesehatan memprediksi sampai dengan akhir tahun 2024 kondisi aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan masih positif.
“Perhitungan kami pada tahun 2024 prognosa (prediksi) aset bersih DJS Kesehatan pada akhir tahun 2024 masih positif, sekitar lebih dari Rp32 triliun yang akan digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas kesehatan kepada peserta,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah di Jakarta pada Jumat.
Rizzky menyebutkan angka tersebut dipengaruhi oleh akses pelayanan yang semakin terbuka dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang diberikan BPJS Kesehatan.
Menurutnya, besarnya biaya pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh peningkatan pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang cukup tinggi.
“Pada tahun 2023 BPJS Kesehatan melayani 1,7 juta layanan per hari kepada peserta, jika diakumulasi dalam satu tahun, 606,7 juta pemanfaatan. Angka ini melonjak signifikan jika dilihat dari tahun 2014 hanya sebesar 92,3 juta pemanfaatan per tahun atau 252 ribu pemanfaatan per hari,” ujarnya.
Ia menjelaskan pada 2023 sebanyak 25 persen biaya layanan di tingkat lanjutan digunakan untuk membayar pelayanan kesehatan penyakit berbiaya katastropik, dimana BPJS Kesehatan mengeluarkan Rp34,7 triliun untuk membayar pelayanan kesehatan pada 29,7 juta kasus penyakit berbiaya katastropik tersebut.
Baca juga: BPJS Kesehatan: Aset DJS penuhi estimasi pembayaran klaim
“Hal ini seperti dua sisi mata uang bagi BPJS Kesehatan. Di satu sisi, makin banyak masyarakat yang tertolong karena dapat mengakses layanan kesehatan. Namun di sisi lain, beban biaya pelayanan kesehatan terus bertambah,” ucapnya.
Untuk itu ia mengapresiasi masyarakat, khususnya peserta yang kini semakin banyak yang memanfaatkan layanan program JKN, yang menandakan bahwa kualitas layanan yang diberikan Program JKN sudah mendapatkan kepercayaan publik.
“Namun agar Program JKN ini dapat tetap dirasakan manfaatnya pada masa mendatang, perlu strategi dan upaya untuk menjaga keberlangsungannya, termasuk kecukupan dana,” paparnya.
Rizzky berharap hasil evaluasi pemerintah yang akan menjadi landasan penetapan manfaat, tarif, dan iuran JKN nantinya dapat secara baik ditetapkan sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Perpres tersebut disebutkan penetapan manfaat, tarif, dan iuran akan ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025 dengan mempertimbangkan hasil evaluasi bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan, yang saat ini masih dibahas bersama.
Baca juga: Pemerintah segera tuntaskan perbaikan data DJS Kesehatan
Rizzky juga mengingatkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan, pada Pasal 38 disebutkan dalam hal aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan bernilai negatif, pemerintah dapat melakukan tindakan khusus melalui (a) penyesuaian besaran iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (b) pemberian suntikan dana tambahan untuk kecukupan Dana Jaminan Sosial dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau (c) penyesuaian manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perlu diketahui, iuran Program JKN sesuai dengan Pasal 38 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 mengamanatkan besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali dengan menggunakan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku umum.
Peninjauan iuran tersebut setidaknya memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan jaminan kesehatan, dan kemampuan membayar iuran.
Sebagai informasi, sejak tahun 2020 hingga 2024 belum dilakukan peninjauan dan penyesuaian iuran. Sementara pada 2023 terdapat penyesuaian tarif layanan ke fasilitas kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2022 yang menyebabkan peningkatan biaya yang cukup signifikan pada sejumlah paket manfaat atau diagnosa tertentu.
”Tentu dengan capaian dan manfaat besar Program JKN selama satu dekade kepada masyarakat, perlu menjadi perhatian bersama untuk meningkatkan kualitas layanan dan memastikan program ini berkelanjutan secara finansial. Berbagai tantangan juga masih menanti, mulai dari pembiayaan, efektivitas program, hingga peningkatan kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan,” ujar Rizzky.
Baca juga: Menkes-Menkeu pantau kondisi BPJS Kesehatan terkait isu kenaikan iuran
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024