Istanbul (ANTARA News) - Rakyat Turki memberikan suara mereka dalam pemilihan presiden langsung untuk pertama kalinya, dan perdana menteri petahana Tayyip Erdogan (60) diperkirakan menang.

Erdogan menjanjikan "Turki baru", sementara para lawan politiknya katakan negara akan makin dipimpin secara otoriter.

Jika menang, Erdogan akan tercatat dalam sejarah Turki setelah lebih satu dekade sebagai perdana menteri. Di bawah kepimpinannya, Turki telah menjadi kekuatan ekonomi regional, mengarungi pemerintahan dengan dukungan konservatif keagamaan, mentransformasi republik sekuler yang didirikan oleh Mustafa Kemal Ataturk pada 1923.

Namun lawan politik Erdogan memperingatkan bahwa seorang Presiden Erdogan dengan dasar Islam politik dan intoleran terhadap mereka yang berbeda pandangan, akan mendorong anggota NATO dan calon anggota Uni Eropa itu lebih menjauh dari cita-cita sekuler Ataturk.

Di satu kedai di distrik Tophane, Istanbul, para pria yang menonton liputan pemilihan presiden di televisi memuji Erdogan sebagai seorang lelaki saleh yang memajukan status Turki mencapai keberhasilan secara ekonomi dan tampil di panggung internasional.

"Erdogan berpihak kepada mereka yang terbelakang. Dia anti ketakadilan. Sementara dunia Arab bungkam, dia bicara menentang Israel atas apa yang dilakukannya di Gaza," kata Murat (42) penjual permata. Dia menolak memberitahu nama keluarganya.

"Negara ini rusak oleh para politisi tua, mereka berbohong kepada kami. Mereka menyebabkan krisis ekonomi, kekerasan PKK," kata dia.

Erdogan telah melancarkan proses perdamaian dengan para militan PKK Kurdi untuk mengakhiri konflik yang telah membunuh 40.000 orang dalam 30 tahun.

Reuters melaporkan tempat-tempat pemungutan suara buka pukul 80.00 waktu setempat dengan 53 juta orang Turki yang berhak memberikan suara. Pemungutan suara berakhir pukul 17.00 waktu setempat.

Jajak pendapat meramalkan Erdogan akan mengungguli dua pesaing utamanya untuk jabatan lima tahunan itu. Parlemen di masa lalu memilih kepala negara, tetapi kini rakyat yang memilih, berdasarkan undang-undang baru yang diajukan oleh pemerintahan Erdogan.

Pesaing terdekat Erdogan adalah Ekmeleddin Ihsanoglu dan Selahattin Demirtas--Kepala Partai Demokrat Rakyat yang merupakan sayap kiri pro Kurdi.

"Insya Allah satu Turki baru akan berdiri ... satu Turki yang kuat bangkit lagi dari debu," kata Erdogan dalam kampanye terakhirnya di Konya, di bagian tengah Turki, yang menjadi bentengnya.

"Mari kita tinggalkan Turki lama. Politik polarisasi, pembagian dan ketakutan telah melewati masanya," kata dia di hadapan ribuan yang mengibarkan bendera Turki dan gambar Erdogan.
(M016)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014