Jakarta (ANTARA) - Sebanyak empat personel pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) terluka setelah sejumlah serangan menghantam salah satu negara di Timur Tengah yang saat ini terus digempur Israel itu.
Serangan yang terjadi baru-baru ini mengakibatkan empat anggota pasukan Helm Biru dari Ghana terluka, dengan tiga orang di antaranya harus dirawat di rumah sakit.
Selama beberapa bulan terakhir, beberapa anggota pasukan UNIFIL telah terluka akibat serangan Israel dalam konflik berkepanjangan antara kelompok Hizbullah, Lebanon dan zionis Israel.
UNIFIL telah berulang kali melaporkan serangan terhadap lokasinya yang ditargetkan oleh tentara Israel.
Menurut laporan pasukan penjaga perdamaian, pasukan Israel menembaki pos-pos terdepan, termasuk dua pangkalan Italia dan markas utama UNIFIL, serta melanggar Garis Biru. Perwakilan dari pimpinan Italia telah berulang kali menyebut tindakan Israel tidak dapat diterima.
Garis Biru (Blue Line) adalah garis demarkasi yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 sebagai batas sementara antara Lebanon dan Israel.
Garis tersebut ditentukan setelah pasukan Israel menarik diri dari Lebanon Selatan, mengakhiri pendudukan yang berlangsung sejak tahun 1982.
Terkait dengan sejumlah serangan terhadap pasukan UNIFIL dan pelanggaran Garis Biru oleh Israel, PBB menyatakan prihatin atas insiden berulang yang melibatkan kontingen Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL).
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengecam keras serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian dan menyerukan agar semua pihak mematuhi kewajiban internasional untuk melindungi keselamatan mereka.
Menurut Guterres pasukan penjaga perdamaian PBB, termasuk kontingen dari Indonesia, memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas dan mencegah eskalasi lebih lanjut di wilayah yang sangat rentan. Mereka harus dilindungi dan dihormati.
PBB telah berulang kali mengingatkan semua pihak tentang kewajiban mereka untuk melindungi keselamatan dan keamanan pasukan penjaga perdamaian.
Pelita dalam kegelapan konflik
Di tengah gejolak ketegangan yang mendera Timur Tengah, di mana darah tumpah dan dunia terbelah antara simpati dan kebencian, pasukan perdamaian dari berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, menjadi pelita yang tetap menyala dalam gelapnya konflik.
Sebagai bagian dari misi UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon), pasukan Indonesia memainkan peran yang tak hanya penting, tetapi juga penuh makna di tengah pusaran konflik antara Israel dan Hizbullah, yang hingga kini tak kunjung reda.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa Indonesia tak akan menarik mundur personel TNI yang tergabung dalam pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL), dan mereka akan tetap menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
Menurut Juru Bicara Kemlu RI Rolliansyah Soemirat, Indonesia terus berkomitmen mendukung Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB yang dilaksanakan di Lebanon selatan sesuai amanat konstitusi.
Indonesia masih merupakan kontributor pasukan terbesar di UNIFIL dengan mengirimkan hingga 1.230 personel tentara.
Komitmen Indonesia tetap ikut bertugas di UNIFIL selaras dengan keputusan PBB untuk tetap mempertahankan keberadaan pasukan penjaga perdamaian di Lebanon hingga saat ini.
UNIFIL, yang sejak 1978 ditugaskan untuk menjaga perdamaian di Lebanon Selatan, telah menjadi simbol harapan bagi warga sipil yang terperangkap dalam sengketa yang tak kunjung selesai.
Dalam struktur pasukan perdamaian ini, Indonesia telah mengambil posisi yang tak bisa dianggap remeh. Indonesia pertama kali mengirimkan pasukannya untuk bergabung dalam misi UNIFIL pada tahun 2006, setelah Perang Lebanon Kedua.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan komitmen yang teguh pada prinsip-prinsip perdamaian internasional, Indonesia menghadirkan kekuatan yang lebih dari sekadar fisik.
Ia membawa serta pesan kedamaian yang mengalir melalui darah bangsa, yang berasal dari sejarah panjang perjuangan melawan penjajahan dan ketidakadilan.
Keteguhan pasukan Indonesia di garis depan Lebanon Selatan bukan sekadar soal keberanian fisik.
Lebih dari itu, kontingen Garuda UNIFIL adalah manifestasi dari keberanian moral, keberanian untuk berdiri teguh dalam menghadapi tantangan yang penuh resiko.
Di wilayah yang dipenuhi dengan ketidakpastian, di mana gempuran udara dan ketegangan di perbatasan membentuk keadaan suram, pasukan Indonesia tetap berada di sana, menjaga stabilitas dengan cara yang penuh keteladanan.
Lebanon Selatan, yang menjadi salah satu wilayah paling rawan dalam ketegangan antara Israel dan Hizbullah, sering kali menyaksikan bentrokan sengit.
Hizbullah, sebagai kelompok bersenjata yang memiliki pengaruh besar di Lebanon, dan Israel, dengan kekuatan militernya yang tak tertandingi, kerap mengadu kekuatan di perbatasan.
Namun, di tengah segala pergesekan tersebut, pasukan UNIFIL Indonesia tetap menjalankan tugasnya: bukan hanya menjaga gencatan senjata, tetapi juga merajut jembatan antar umat manusia yang saling terpisah oleh konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Apresiasi pemimpin dunia untuk UNIFIL Indonesia
Beberapa pemimpin dunia seperti Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengapresiasi peran pasukan perdamaian Indonesia di UNIFIL Lebanon.
Joe Biden dan Keir Starmer mengapresiasi peran Indonesia sebagai bagian dari penjaga perdamaian Pasukan Sementara PBB di Lebanon (United Nations Interim Force in Lebanon/UNIFIL).
Hal tersebut diungkapkan oleh kedua pemimpin dunia itu saat bertemu dengan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
Presiden Biden menyampaikan apresiasinya atas peran Indonesia dalam misi penjaga perdamaian Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL).
Presiden Biden juga menyatakan bergabung dengan Indonesia untuk menyerukan perlindungan dari aktivitas militer yang dapat membahayakan personel UNIFIL.
Pasukan UNIFIL Indonesia menghadapi tantangan besar, tak hanya dalam segi militer, tetapi juga dalam aspek diplomasi dan kemanusiaan.
Dalam hal ini, Indonesia tidak hanya berperan sebagai penjaga perdamaian, tetapi juga sebagai mediator yang membawa semangat persatuan.
Dalam banyak kesempatan, pasukan Indonesia turun langsung berinteraksi dengan masyarakat lokal, mendengarkan cerita mereka, dan membangun jembatan kepercayaan yang sering kali tampak rapuh di antara warga Lebanon yang terpecah-pecah.
Mereka hadir dengan pendekatan yang ramah dan penuh kasih, mendukung pembangunan dan membantu meredakan ketegangan melalui kegiatan kemanusiaan.
Sebagai bangsa yang berakar pada prinsip gotong royong dan penghargaan terhadap kemanusiaan, Indonesia membawa perspektif yang berbeda dalam operasi perdamaian ini.
Alih-alih hanya bersikap militeristik, mereka mengintegrasikan pendekatan budaya dan sosial dalam tugasnya.
Pasukan Indonesia tak sekadar sebagai penjaga Garis Biru di seberang Sungai Litani, tetapi juga sebagai pengingat bahwa perdamaian tak hanya tercapai dengan senjata, tetapi dengan pembicaraan, pengertian, penghormatan dan rekonsiliasi.
Namun, dalam setiap perjuangan yang panjang dan penuh bahaya, keteguhan Indonesia berhadapan dengan banyak ujian. Di tengah ancaman serangan dari berbagai pihak, pasukan UNIFIL Indonesia terus bertahan.
Mereka memikul tanggung jawab besar, bukan hanya atas keamanan mereka sendiri, tetapi juga atas harapan dunia yang ingin melihat Timur Tengah kembali damai.
Keteguhan pasukan Indonesia di pusaran konflik Israel-Hizbullah adalah bukti bahwa dalam dunia yang penuh dengan kekerasan dan kebencian, masih ada ruang untuk cahaya perdamaian.
Indonesia, dengan segala keberagaman dan kekayaan budayanya, menunjukkan kepada dunia bahwa solusi untuk konflik internasional tidak selalu terletak pada kekuatan militer semata, tetapi pada tekad untuk memahami, menghormati, dan merangkul sesama manusia.
Dan dalam proses itu, Indonesia tidak hanya menjaga perdamaian di Lebanon Selatan, tetapi juga meneguhkan komitmennya terhadap dunia yang lebih damai.
Keteguhan pasukan UNIFIL Indonesia adalah cerminan semangat bangsa yang menginginkan dunia yang lebih baik. Di tengah ancaman dan bahaya, mereka terus menjalankan tugas dengan penuh dedikasi.
Harapan pun tetap menyala, bahwa suatu saat, konflik yang mendera kawasan Timur Tengah itu dapat berakhir, membawa kedamaian yang telah lama dinantikan oleh semua pihak.
Dengan semangat tersebut, Indonesia membuktikan bahwa perdamaian bukan hanya tanggung jawab satu negara, tetapi merupakan upaya kolektif yang membutuhkan keberanian, ketulusan, dan komitmen tanpa henti.
Pasukan UNIFIL Indonesia tidak hanya menjadi penjaga perdamaian, tetapi juga simbol harapan bahwa dunia yang lebih damai dapat terwujud.
Copyright © ANTARA 2024