Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Furqan AMC mengapresiasi sekaligus mendukung permintaan Wakil Presien RI Gibran Rakabuming Raka kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti untuk menghapus sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

"Kami mendukung Wapres Gibran untuk menghapus sistem zonasi PPDB. Dari tahun lalu, kita sudah minta sistem zonasi dievaluasi total. Bahkan, kita sudah uraikan dari tahun lalu ada enam dosa besar sistem zonasi PPDB ini," kata Furqan, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Furqan mengakui sistem zonasi sebetulnya memiliki tujuan mulia seperti pemerataan akses pendidikan, menghilangkan klasifikasi sekolah favorit-tidak favorit, serta mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga agar orang tua lebih mudah memantau perkembangan anak di sekolah.

Akan tetapi, aspek pemerataan yang tak kunjung bisa diwujudkan justru membuat pemberlakuan sistem zonasi belum bisa maksimal.

"Sepanjang pemerataan sekolah belum dilakukan, sistem zonasi tidak menjadi solusi, malah menjadi sumber masalah," kata dia.

Menurut dia setidaknya ada enam dampak sistem zonasi PPDB, yakni pertama mendiskriminasi hak pendidikan anak bangsa yang sebetulnya dijamin oleh konstitusi tetapi justru menjadi tidak terakses lantaran jarak rumah di luar zonasi dibarengi sebaran sekolah negeri yang belum merata di setiap wilayah.

Baca juga: Wapres minta sistem zonasi sekolah dihilangkan
Baca juga: DPR: Penghapusan PPDB Zonasi harus pertimbangkan beragam aspirasi


Kedua, sistem zonasi PPDB dianggap merusak basis moral sebagian Calon Siswa Didik Baru (CPDB) maupun orang tua mereka, karena dikondisikan untuk memanipulasi data alamat atau Kartu Keluarga (KK).

"Tahun lalu, sebagai contoh, di SMA 8 Pekanbaru, Riau terungkap 31 KK palsu dari calon siswa. Sedangkan di Kota Bogor, Jawa Barat, 208 siswa SMP dicoret karena ada masalah kependudukan, tidak sesuai domisilinya yang tercatat di KK," ujar Furqan.

Masalah tersebut menimbulkan dampak turunan ketiga, yakni ancaman terhadap kondisi psikologis anak yang dicoret dalam proses PPDB akibat ditemukan memalsukan data alamat maupun KK.

Keempat, sistem zonasi telah memicu kemunculan praktik "pungli" dan "percaloan" yang pada akhirnya berpotensi membentuk sikap permisif terhadap budaya korupsi.

"Kelima, zonasi PPDB yang telah memicu praktik manipulasi data KK pada akhirnya merusak tertib data Dukcapil dan selanjutnya akan mengganggu validitas sensus kependudukan," ujar Furqan melanjutkan.

Terakhir, menurut Furqan, kuota sistem zonasi PPDB yang besar telah mengurangi kuota untuk anak berprestasi dan kuota afirmasi untuk mengakomodasi Calon Peserta Didik Baru dari keluarga yang tidak mampu.

"Berdasarkan Peraturan Kemendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan PPDB, daya tampung jalur zonasi untuk SD minimal 70 persen dari daya tampung sekolah, sedangkan untuk SMP dan SMA masing-masing minimal 50 persen dari daya tampung sekolah. Untuk afirmasi, paling sedikit kuotanya 15 persen, sementara untuk perpindahan orang tua/wali paling banyak 5 persen," ujar dia menjelaskan.

Sebelumnya, saat memberikan sambutan dalam pembukaan Tanwir I PP Pemuda Muhammadiyah, di Jakarta, Kamis (21/11) pekan lalu, Wapres Gibran mengungkapkan bahwa ia telah meminta Mendikdasmen untuk menghapuskan sistem zonasi dalam PPDB.

"Kemarin pada waktu rakor dengan para kepala dinas pendidikan, saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, ‘pak ini zonasi harus dihilangkan'," ujar Gibran kala itu.

Baca juga: Prabowo minta PPDB zonasi dikaji mendalam sebelum keputusan final
Baca juga: FSGI tekankan upaya pencegahan kecurangan pada sistem PPDB zonasi

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024