Jakarta (ANTARA) - Penulis novel Dewi Lestari atau yang akrab disapa Dee Lestari mengatakan bahwa imajinasi merupakan modal besar bagi para kreator untuk terus membuat karya yang beraneka ragam.

“Imajinasi itu modal dan kunci (untuk menulis), walaupun tentu di luar itu, ada disiplin. Kalau hanya mengkhayal saja dan tidak punya disiplin, tidak akan jadi apa-apa juga. Itu salah satu kunci besar untuk setiap kreator,” kata Dee saat berkunjung ke ANTARA Heritage Center (AHC) di Jakarta, Kamis (28/11).

Dee mengatakan imajinasi sangat berguna bagi para konten kreator, khususnya dalam hal menulis fiksi. Daya berimajinasi dapat diasah dengan memperbanyak membaca buku.

Pelantun lagu “Malaikat Juga Tahu” itu menyebut membaca buku dapat membantu seseorang membangun alam imajinasi di benak seseorang.

Baca juga: Kiat Dee Lestari saat hadapi fase stuck menulis

“Ini berbeda dengan menonton film. Kalau nonton film, kita sudah dikasih ada audio ada visual. Sedangkan kalau dari buku, kita cuma dapat teks lalu kita harus generate atau menciptakan alam di benak kita, jadi ada upaya yang aktif,” kata wanita yang kerap disapa Ibu Suri itu.

Upaya lain yang dapat dilakukan yakni memberikan kesempatan bagi diri sendiri untuk melamun. Dari pengalamannya, Dee mengatakan melamun akan membantu banyak ide datang dengan sendirinya.

Kemudian, usahakan agar tidak terdistraksi oleh media sosial dan coba untuk berdamai dengan rasa bosan.

“Mari dealing dengan kebosanan dan diri kita sendiri,” ucapnya.

Baca juga: Dee Lestari & Ferry Curtis bagi inspirasi perkuat literasi di Kaltim

Selain itu, ia menilai bahwa berimajinasi berbeda dengan berkhayal. Berimajinasi merupakan sebuah mekanisme survival di mana seseorang membayangkan skenario agar hidupnya menjadi lebih lancar dan lebih baik.

Berimajinasi juga dinilai sebagai bagian dari keseharian sebagai manusia untuk menavigasi hidup seseorang.

“Sebenarnya berimajinasi itu adalah berkah evolusi untuk manusia, karena saya rasa, spesies yang berkhayal itu hanya manusia ya,” ucap dia.

Meski demikian, Dee mengatakan apabila imajinasi tersebut sudah mengacu pada indikasi klinis, ia menyarankan kreator untuk segera pergi menemui para ahli guna mencegah timbulnya perilaku buruk yang tidak diinginkan.

Baca juga: Dewi Lestari sebut proses menulis fiksi lebih sulit dari biografi

"Kalau sudah ada indikasi klinis itu tentu hanya ahli yang menentukan, kapan khayalan seseorang sudah sampai taraf ‘patologis’ atau sudah membahayakan,” kata Dee.

Dee Lestari saat ini telah menerbitkan buku karyanya yang ke-18 dengan judul “Tanpa Rencana”. Buku tersebut berisikan cerita pendek, puisi dan prosa yang bersifat personal.

Beberapa buku lain yang telah ia tulis sebelumnya, Supernova: Kesatria, Putri dan Bintang Jatuh (2001), Perahu Kertas (2003), Filosofi Kopi (2006), Di Balik Tirai Aroma Karsa (2019) hingga Rapijali (2021).

Baca juga: Dewi Lestari nilai buku fiksi rentan kena pembajakan

Baca juga: Kiat Dee Lestari ajarkan anak kebiasaan baca buku

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024