Bandung (ANTARA) -
Secangkir kopi di sebuah kedai cukup menghangatkan badan pada malam di Kota Bandung yang cukup dingin ketika pewarta ANTARA berbincang dengan seorang kawan lama tentang beragam persoalan.
Setelah berbagai topik, pembahasan pun sampai pada persoalan judi online yang menyeruak dewasa ini, termasuk pengalaman pria murah senyum ini yang ternyata sempat terjebak judi online pada medio 2021 sampai 2023 hingga menyebabkannya mengalami trauma.
Sebut saja kawan lama itu dengan inisial A. Pria 30 tahun ini bercerita, sejatinya ia tidak pernah berjudi sejak di kampung halamannya di Garut sampai menetap di Bandung meski mengetahui ada beberapa permainan judi, dengan berbagai alasan, utamanya kesulitan akses.
Namun, ketika mulai berpenghasilan cukup dan mulai akrab dengan telepon pintar--sehubungan dengan bidang pekerjaannya juga lekat dengan telepon itu--dia mulai mengenal permainan haram ini pada 2021. Dimulai dengan iseng-iseng, dia mencoba permainan tebak angka kombinasi empat angka secara daring.
Kegiatan itu dilakukannya sampai awal tahun 2022 ketika temannya mengenalkan dia pada jenis permainan judi online lainnya yakni slot, yang membuatnya tergiur dan beralih setelah melihat dan mendengar pengakuan satu rekannya yang mendepositkan dana Rp200 ribu, berlipat ganda menjadi Rp28 juta dalam kurun waktu 1 jam melalui permainan tersebut.
Semakin hari, diakui A, kegiatan ini dilakukannya semakin intens, sampai pada tahap tak bisa lepas bahkan resah jika tidak melakukan aktivitas ini.
Saat ditanya mengenai keuntungan yang didapatkannya, A sendiri mengungkapkan tidak pasti, mungkin pengeluaran dengan yang didapatkan seimbang.
Dia mengaku kegiatan itu terus dilakukan bahkan dinikmatinya terus menerus karena semakin menantang meski tak sedikit orang yang mengingatkannya sampai akhirnya pada pertengahan 2023 uang gajinya habis selama tiga kali berturut-turut dan pada bulan terakhir gajinya tidak kembali sama sekali.
"Gaji antara Rp10--Rp15 juta habis dalam 6 jam. Awalnya tergantikan, tapi pada bulan terakhir itu tidak kembali sama sekali. Dari situ saya mikir dan berkeinginan berhenti, tidak mau terjerumus lagi," ujar A.
Selain uangnya raib, selama bermain judi online dia juga sampai harus menjual ponselnya, sampai meminjam uang pada lima sampai enam aplikasi pinjaman online, harus gali lubang tutup lubang pelan-pelan untuk bisa menyelesaikannya seperti saat ini.
Problem nasional
Apa yang dialami oleh A tampaknya kini bukan hanya masalah pribadi atau wilayah, melainkan sudah menjadi problem nasional.
Hal tersebut diungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang menyebutkan perputaran transaksi terkait judi online pada Januari hingga Maret 2024 mencapai lebih dari Rp100 triliun. Jika ditotal dengan transaksi tahun-tahun sebelumnya mencapai Rp600 triliun, dengan pengguna aplikasi judi online sekitar 3,2 juta orang.
PPATK juga mencatat sedikitnya ada lima perusahaan dompet digital yang diduga digunakan untuk transaksi judi online.
Dari sebaran profesi, PPATK mengungkapkan hal yang mencengangkan karena judi online ini dilakukan oleh berbagai profesi, antara lain, anggota DPR, DPRD, kesekretariatan DPR dan DPRD, pejabat daerah, profesional, pengusaha, ibu rumah tangga, notaris, wartawan, dan pensiunan.
Dari sebaran usia, PPATK mengungkapkan sesuatu yang juga sangat mencengangkan, yakni 191.380 anak berusia 17--19 tahun terlibat judi online dengan 2,1 juta transaksi mencapai Rp282 miliar; dan 197.054 anak dari usia kurang dari 11--17 tahun yang melakukan deposit judi online senilai Rp293,4 miliar dan 2,2 juta transaksi. Dan anak yang terbanyak main judi online adalah Jabar yakni sebanyak 41 ribu orang.
MUI Jawa Barat mengungkapkan bahwa ada seorang ibu di Cianjur yang terjerat kasus judi online. Akibat terjerat judi online, ibu yang bersuamikan PNS tersebut, kini nekat menjual rumahnya seharga Rp1 miliar.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat Ika Mardiah menilai bahwa fenomena ini berkaitan dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi di mana saat ini nyaris setiap orang memiliki telepon pintar sehingga memudahkan akses untuk ke permainan haram itu.
Bahkan, disebutnya beberapa di antara bandar judi menggunakan aplikasi game online dengan menyediakan layanan untuk item dan fitur tertentu serta akses ke fasilitas judi online.
"Selain mudahnya akses, tampilan aplikasi judi online juga menarik. Ini menjadi salah satu penyebab masifnya penyebaran judi online," kata Ika.
Psikolog klinis RSJ Provinsi Jawa Barat Lisminiar mengungkapkan tampilan menarik dengan cara permainan yang menantang dan menimbulkan sensasi "nagih", dapat merangsang hormon dopamin pada otak, hingga menimbulkan kecanduan dan terus mencari cara untuk mendapatkan sensasi yang sama.
Dengan terus memainkan judi online, itu makin membuat orang terobsesi dengan memikirkan secara mendalam, bahkan sampai gelisah dan cemas ketika sedang beraktivitas yang wajib. Mereka, kata Lisminiar, kehilangan kendali sampai berbohong tentang kerugian, sampai puncaknya depresi karena malu dan putus asa.
Faktor orang terjerumus ke judi online itu bisa faktor psikologis karena jadi pelarian, sensasi menang instan, kesepian, hingga pembuktian keberuntungan. Kemudian faktor sosial dari lingkungan, iklan yang diperankan pemengaruh, hingga kemudahan akses internet.
Bisa pula dipicu faktor ekonomi karena masalah keuangan ada utang atau keinginan untuk kaya mendadak.
Selain itu, judi online terlebih yang berbentuk aplikasi, diungkapkan Cyber Army Indonesia, berpotensi mengandung ancaman siber pada telepon pintar atau perangkat yang digunakan seperti pembobolan data termasuk foto, video, hingga data penting lainnya untuk dipergunakan secara tidak bertanggung jawab ketika aplikasi itu dipasangkan pada perangkat elektronik.
Setelah berbagai topik, pembahasan pun sampai pada persoalan judi online yang menyeruak dewasa ini, termasuk pengalaman pria murah senyum ini yang ternyata sempat terjebak judi online pada medio 2021 sampai 2023 hingga menyebabkannya mengalami trauma.
Sebut saja kawan lama itu dengan inisial A. Pria 30 tahun ini bercerita, sejatinya ia tidak pernah berjudi sejak di kampung halamannya di Garut sampai menetap di Bandung meski mengetahui ada beberapa permainan judi, dengan berbagai alasan, utamanya kesulitan akses.
Namun, ketika mulai berpenghasilan cukup dan mulai akrab dengan telepon pintar--sehubungan dengan bidang pekerjaannya juga lekat dengan telepon itu--dia mulai mengenal permainan haram ini pada 2021. Dimulai dengan iseng-iseng, dia mencoba permainan tebak angka kombinasi empat angka secara daring.
Kegiatan itu dilakukannya sampai awal tahun 2022 ketika temannya mengenalkan dia pada jenis permainan judi online lainnya yakni slot, yang membuatnya tergiur dan beralih setelah melihat dan mendengar pengakuan satu rekannya yang mendepositkan dana Rp200 ribu, berlipat ganda menjadi Rp28 juta dalam kurun waktu 1 jam melalui permainan tersebut.
Semakin hari, diakui A, kegiatan ini dilakukannya semakin intens, sampai pada tahap tak bisa lepas bahkan resah jika tidak melakukan aktivitas ini.
Saat ditanya mengenai keuntungan yang didapatkannya, A sendiri mengungkapkan tidak pasti, mungkin pengeluaran dengan yang didapatkan seimbang.
Dia mengaku kegiatan itu terus dilakukan bahkan dinikmatinya terus menerus karena semakin menantang meski tak sedikit orang yang mengingatkannya sampai akhirnya pada pertengahan 2023 uang gajinya habis selama tiga kali berturut-turut dan pada bulan terakhir gajinya tidak kembali sama sekali.
"Gaji antara Rp10--Rp15 juta habis dalam 6 jam. Awalnya tergantikan, tapi pada bulan terakhir itu tidak kembali sama sekali. Dari situ saya mikir dan berkeinginan berhenti, tidak mau terjerumus lagi," ujar A.
Selain uangnya raib, selama bermain judi online dia juga sampai harus menjual ponselnya, sampai meminjam uang pada lima sampai enam aplikasi pinjaman online, harus gali lubang tutup lubang pelan-pelan untuk bisa menyelesaikannya seperti saat ini.
Problem nasional
Apa yang dialami oleh A tampaknya kini bukan hanya masalah pribadi atau wilayah, melainkan sudah menjadi problem nasional.
Hal tersebut diungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang menyebutkan perputaran transaksi terkait judi online pada Januari hingga Maret 2024 mencapai lebih dari Rp100 triliun. Jika ditotal dengan transaksi tahun-tahun sebelumnya mencapai Rp600 triliun, dengan pengguna aplikasi judi online sekitar 3,2 juta orang.
PPATK juga mencatat sedikitnya ada lima perusahaan dompet digital yang diduga digunakan untuk transaksi judi online.
Dari sebaran profesi, PPATK mengungkapkan hal yang mencengangkan karena judi online ini dilakukan oleh berbagai profesi, antara lain, anggota DPR, DPRD, kesekretariatan DPR dan DPRD, pejabat daerah, profesional, pengusaha, ibu rumah tangga, notaris, wartawan, dan pensiunan.
Dari sebaran usia, PPATK mengungkapkan sesuatu yang juga sangat mencengangkan, yakni 191.380 anak berusia 17--19 tahun terlibat judi online dengan 2,1 juta transaksi mencapai Rp282 miliar; dan 197.054 anak dari usia kurang dari 11--17 tahun yang melakukan deposit judi online senilai Rp293,4 miliar dan 2,2 juta transaksi. Dan anak yang terbanyak main judi online adalah Jabar yakni sebanyak 41 ribu orang.
MUI Jawa Barat mengungkapkan bahwa ada seorang ibu di Cianjur yang terjerat kasus judi online. Akibat terjerat judi online, ibu yang bersuamikan PNS tersebut, kini nekat menjual rumahnya seharga Rp1 miliar.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat Ika Mardiah menilai bahwa fenomena ini berkaitan dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi di mana saat ini nyaris setiap orang memiliki telepon pintar sehingga memudahkan akses untuk ke permainan haram itu.
Bahkan, disebutnya beberapa di antara bandar judi menggunakan aplikasi game online dengan menyediakan layanan untuk item dan fitur tertentu serta akses ke fasilitas judi online.
"Selain mudahnya akses, tampilan aplikasi judi online juga menarik. Ini menjadi salah satu penyebab masifnya penyebaran judi online," kata Ika.
Psikolog klinis RSJ Provinsi Jawa Barat Lisminiar mengungkapkan tampilan menarik dengan cara permainan yang menantang dan menimbulkan sensasi "nagih", dapat merangsang hormon dopamin pada otak, hingga menimbulkan kecanduan dan terus mencari cara untuk mendapatkan sensasi yang sama.
Dengan terus memainkan judi online, itu makin membuat orang terobsesi dengan memikirkan secara mendalam, bahkan sampai gelisah dan cemas ketika sedang beraktivitas yang wajib. Mereka, kata Lisminiar, kehilangan kendali sampai berbohong tentang kerugian, sampai puncaknya depresi karena malu dan putus asa.
Faktor orang terjerumus ke judi online itu bisa faktor psikologis karena jadi pelarian, sensasi menang instan, kesepian, hingga pembuktian keberuntungan. Kemudian faktor sosial dari lingkungan, iklan yang diperankan pemengaruh, hingga kemudahan akses internet.
Bisa pula dipicu faktor ekonomi karena masalah keuangan ada utang atau keinginan untuk kaya mendadak.
Selain itu, judi online terlebih yang berbentuk aplikasi, diungkapkan Cyber Army Indonesia, berpotensi mengandung ancaman siber pada telepon pintar atau perangkat yang digunakan seperti pembobolan data termasuk foto, video, hingga data penting lainnya untuk dipergunakan secara tidak bertanggung jawab ketika aplikasi itu dipasangkan pada perangkat elektronik.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024