Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera menilai permintaan penerbitan surat perintah penangkapan pemimpin militer Myanmar oleh Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya sebagai terobosan bagi persoalan krisis di Myanmar.
Sebab, kata dia, situasi krisis politik, keamanan, dan kemanusiaan yang berkepanjangan di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari 2021 mengakibatkan semakin sulit dan peliknya persoalan Rohingya.
"Upaya Jaksa ICC ini dapat menjadi terobosan yang diharapkan menjadi solusi, tidak hanya bagi persoalan Rohingya, tetapi juga bagi krisis di Myanmar secara keseluruhan, bahwa memang harus ada yang bertanggung jawab atas kekejaman terhadap Rohingya tersebut," kata Mardani dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Untuk itu, dia menyambut baik rencana Jaksa ICC mengajukan surat perintah penangkapan pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing terkait dengan persekusi terhadap etnis minoritas muslim Rohingya tersebut.
Dia menuturkan bahwa BKSAP melalui diplomasi parlemen juga secara konsisten mendorong penyelesaian segera bagi persoalan Rohingya, serta krisis politik di Myanmar.
Dia menyebut meski sudah ada Five Point Consensus (5PC) yang disepakati para pemimpin ASEAN, termasuk Min Aung Hlaing sendiri, namun Rezim Militer Myanmar hingga saat ini masih tak bergeming.
"BKSAP juga tetap akan berupaya melalui jalur diplomasi parlemen, untuk mendorong pemberlakuan segera 5 poin konsensus. Harapannya, krisis dapat segera selesai dan persoalan Rohingya bisa cepat diatasi. Apalagi, spillover effect-nya sudah terasa di kawasan," kata dia.
Pada Rabu (27/11), Jaksa utama Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Karim Khan, mengajukan permintaan penerbitan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin militer Myanmar atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap minoritas Rohingya.
Jaksa ICC, Karim Khan, menuduh Jenderal Senior Min Aung Hlaing bertanggung jawab secara pidana atas kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk deportasi dan penganiayaan terhadap etnis Rohingya yang dilakukan di Myanmar dan sebagian Bangladesh dari 25 Agustus hingga 31 Desember 2017.
Menurut ICC, kekerasan tersebut menyebabkan lebih dari satu juta etnis Rohingya terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka, sebagian besar melarikan diri ke Bangladesh.
Baca juga: Waka BKSAP harap satuan tugas kawal resolusi perdamaian Myanmar
Baca juga: BKSAP: Dunia harus ambil tindakan konkret atas Myanmar
Baca juga: BKSAP harap KTT ASEAN kukuhkan implementasi konsensus soal Myanmar
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024