Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyebut pentingnya menghapus kekerasan berbasis gender untuk mencegah femisida atau tindakan kekerasan, khususnya pembunuhan yang dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan.
"Tentu yang paling penting kita harus mencegah ya, karena kita tidak ingin hal tersebut (femisida) terjadi, jadi yang penting itu mencegah, salah satunya menghapuskan kekerasan berbasis gender dan membangun relasi yang setara," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Baca juga: PBB: 85.000 wanita dan anak perempuan jadi korban pembunuhan pada 2023
Siti mengemukakan pentingnya Indonesia membangun asesmen gender untuk penguatan perlindungan berbasis hukum pada korban femisida.
"Femisida ini belum banyak dikenal di Indonesia, padahal kami sudah membuat potensi indikator femisida yang bisa diterapkan di KDRT dan kekerasan dalam pacaran (KDP)," ucapnya.
Ia menegaskan pentingnya komitmen dalam membangun pengetahuan, sehingga aparat penegak hukum dapat memberikan respons yang tepat agar penanganan femisida dapat dibangun dengan baik.
"Selama ini bisa disebut femisida kalau korbannya meninggal. Aparat penegak hukum juga baru bisa menindak ketika terjadi pembunuhan, dan motivasi gendernya tidak dilihat, itu yang menyebabkan tidak ada data femisida," paparnya.
Selain itu, menurutnya, selama ini belum ada aturan teknis tentang perlindungan perempuan korban KDRT di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PDKRT), sehingga selama ini banyak korban KDRT yang akhirnya menjadi korban femisida.
"UU PDKRT selama ini ada perlindungan sementara, belum ada aturan teknisnya, sehingga banyak korban KDRT yang akhirnya karena berbagai keterbatasan, dia menjadi korban femisida akibat tidak ada dukungan keluarga," kata Siti.
Baca juga: Mewaspadai bahaya kekerasan dalam rumah tangga berujung pada femisida
Baca juga: Komnas Perempuan: Pemerintah harus punya bank data Femisida
Sebelumnya, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 25 November 2024, sekitar 85.000 perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia dibunuh dengan sengaja pada 2023, dengan 60 persen pembunuhan dilakukan oleh pasangan intim atau anggota keluarga lainnya.
Artinya, satu perempuan dibunuh setiap 10 menit oleh pasangannya atau anggota keluarga lainnya tahun lalu, ungkap laporan yang dipublikasikan oleh Kantor PBB untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) dan Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) dalam rangka memperingati Hari Antikekerasan terhadap Perempuan.
Laporan tersebut menyatakan bahwa Afrika mencatat tingkat femisida yang dilakukan oleh pasangan intim dan keluarga tertinggi tahun lalu, diikuti oleh kawasan Amerika dan Oseania.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024