Program pompanisasi telah mengairi lebih dari 1,1 juta hektare lahan tadah hujan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian menyatakan program pompanisasi berhasil mengairi 1,1 juta hektare lahan sawah tadah hujan, sehingga meningkatkan produksi beras dalam mendukung ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
“Program pompanisasi telah mengairi lebih dari 1,1 juta hektare lahan tadah hujan. Jadi dampaknya terhadap peningkatan produksi beras sangat signifikan,” kata Arief dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Arief menyampaikan bahwa hingga November 2024, Kementerian Pertanian telah menyalurkan pompa air sebanyak 61.839 unit di seluru Indonesia.
Dia menyatakan bahwa Kementan terus berupaya memperkuat produksi pangan dengan menyiapkan benih, pupuk, dan sarana produksi lainnya seperti alat dan mesin pertanian untuk memastikan keberlanjutan produksi di dalam negeri.
Baca juga: Kementan yakini pompanisasi dan korporasi solusi swasembada pangan
"Selama tahun 2024, Menteri Pertanian Bapak Andi Amran Sulaiman memasifkan pemberian bantuan pompa dan menggiatkan optimasi lahan rawa atau oplah," ujar Arief.
Dengan pompanisasi, sawah tadah hujan yang sebelumnya hanya bisa tanam satu kali, bisa meningkat menjadi dua bahkan tiga kali tanam dalam setahun. Sementara melalui oplah, pemerintah meningkatkan indeks pertanaman dan produktivitas melalui penataan sistem tata air dan penataan lahan rawa.
"Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dihadapkan pada tantangan cuaca ekstrem, program terobosan dari Bapak Menteri (Pertanian Andi Amran Sulaiman) telah mampu menjaga ketahanan pangan Indonesia," jelasnya.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada November 2024, harga beras mengalami penurunan sebesar 0,45 persen dengan andil deflasi sebesar 0,02 persen. Deflasi ini terjadi di 26 provinsi, dengan penurunan terdalam tercatat di Papua Pegunungan sebesar 4,64 persen.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa penurunan harga tersebut didorong oleh panen di sejumlah sentra produksi.
Baca juga: Kementan pastikan pengadaan alat dan mesin pertanian transparan
"Gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) mengalami penurunan harga, termasuk beras medium dan premium,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (2/12).
Adapun penyebab deflasi beras terjadi karena penurunan harga mulai dari gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), beras medium, dan premium.
Harga gabah kering panen turun sebesar 1,86 persen secara bulanan (month to month) dan 6,18 persen secara tahunan (year on year). Sementara untuk gabah kering giling turun sebesar 1,84 persen secara bulanan dan sebesar 8 persen secara tahunan.
Adapun rata-rata harga beras di penggilingan pada bulan November 2024 turun sebesar 1,23 persen secara bulanan dan sebesar 3,79 secara tahunan.
"Secara nasional penurunan harga GKP terdalam memang ada di Bali dan Jambi. Bali terjadi peningkatan stok karena memang terjadi panen Tabanan, Jambi ini terlihat banyak stok gabah di penggiliingan," ungkapnya.
Baca juga: Bapanas sebut harga gabah kering panen mulai stabil
Deflasi ini menjadi fenomena unik mengingat tekanan inflasi beras biasanya meningkat selama periode kekeringan.
Menurut Amalia, program intensifikasi lahan rawa, ekstensifikasi, dan penggunaan teknologi serta mekanisasi dari Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil menjaga stabilitas produksi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa stok beras nasional saat ini mencapai 8 juta ton baik di gudang Bulog maupun di masyarakat,
“Stok beras kita sangat mencukupi, dengan 2 juta ton di Bulog dan 6 juta ton lebih di masyarakat,” kata Zulkifli.
Baca juga: Menko Pangan: Stok beras nasional capai jumlah tertinggi dalam 5 tahun
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024